SoftwARE mANTAP BoSS!

MagicPDF
Software untuk membuat file berformat PDF dari document apapun dengan memunculkan virtual printer.
Sangat berguna, mengingat fasilitas software pembuat file berformant PDF sebenarnya dimiliki adobe acrobat yang dijual lewat adobe.com dengan harga yang cukup mahal, kalau tidak salah sekitar $ 449.

Download softwarenya melalui link ini
RapidTyping Typing Tutor
Software yang dapat membantu anda untuk belajar mengetik dengan cepat sekalipun tanpa melihat keybord.
Selama proses berlatih, software ini memanjakan mata kita dengan tampilan bawah laut yang cukup menarik.

Download softwarenya melalui link ini
BricoPack Vista Inspirat Ultimate
Software untuk memodifikasi tampilan sistem windows xp agar nampak menjadi seperti windows vista, baik icon windows, logon, hingga tampilan visualnya. Software ini telah mendapatkan banyak penghargaan dari majalah-majalah komputer.
Harga upgrade dari XP ke vista kalau tidak salah sebesar $ 295.95, lumayan kan buat penghematan.

Download softwarenya melalui link ini
Photobie
Banyak orang yang menganggap software ini sebagai versi freewarenya adobe photoshop, mengingat software ini memiliki beragam fungsi yang mirip dengan photoshop.
Sebagai perbandingan, harga photoshop CS3 saat ini $ 649, sementara harga Photobie 4.4 hanya $ 0,-.

Download softwarenya melalui link ini
IZArc
Ini adalah compression tool terbaik!. versi kami, hehe.
Memiliki kemampuan untuk mengekstrak hampir semua jenis archive file & mensupport lebih dari 50 bahasa, termasuk bahasa indonesia.
Harga winzip pro terbaru sebagai software sejenis saat ini sudah mencapai $ 49.99, buat beli bakso dapat berapa mangkok ya?.

Download softwarenya melalui link ini
Free and Easy Biorhythm Calculator
Software unik yang berfungsi untuk memprediksikan bagaimana kondisi emosional, fisik, intelektual, bahkan intuisi anda dalam suatu waktu/hari tertentu.
Sangat menarik!, software ini juga dapat memberikan tips-tips perihal bagaimana sebaiknya menjalani hari-hari anda. Yaa... semacam software untuk meramal lah, "tapi jangan terlalu dianggap serius ya!".

Download softwarenya melalui link ini

Desain Madrasah dan Musholla di Lahan Wakaf 6 x 11 M2

bersama Ir. Aria Heryantha
Sabtu, 07/02/2009 08:47 WIB

Assalamu'alaikum

Yayasan saya mendapat wakaf tanah dengan ukuran 6 x 11 meter. Dengan sisi ukuran 11 m memanjang searah kiblat. pada lahan tersebut kami bermaksud mendirikan bangunan dua lantai terdiri dari madrasah dan mushalla. Perlu ustadz ketahui bahwa santri yang akan menempati madrasah tersebut adalah usia TK dan remaja secara bergantian. Dikarenakan minimnya pengetahuan dan dana yang kami miliki, maka kami berharap ustadz bersedia mendesain model bangunan tersebut dengan model yang artistik sesuai dengan usia mereka. Desain dari ustadz tersebut akan kami cantumkan dalam proposal pencarian dana untuk pembangunannya.

Jazakallahu khairan katsiran

Wassalamu'alaikum

Syam

Jawaban

Wa ‘alaikumussalam Wr. Wb.

Akhina Syam yang istiqomah dalam dakwah. Alhamdulillah wa syukurillah masih ada dermawan-dermawan yang ikhlas menginfaqkan sebagian hartanya di jalan dakwah. Walaupun luas tanah yang ada sangat terbatas untuk membangun sarana pendidikan (madrasah) yang insya Allah kelak akan mencetak generasi-generasi yang berakhlak mulia dengan aqidah yang kokoh, namun saya berusaha untuk ikut mencari solusinya, karena mudah-mudahan Allah akan mengalirkan pahala jariyah yang mengalir tiada henti-hentinya di tanah wakaf yang berkah ini.

Melihat dari kebutuhan ruangnya yang cukup banyak dan maksimal hanya 2 lantai, maka ruang-ruang yang dihasilkan pun sangat terbatas dan tidak bisa terpenuhi semuanya. Pemakaian ruangnya pun harus diatur agar aktifitas belajar dan mengajar dapat berjalan dengan baik.

Bangunan saya tarik 1 m dari sisi lahan paling depan, saya tidak tahu apakah muka tapak langsung bersisian dengan jalan ataukah tidak, lebih aman jika bangunan mundur 1 m sehingga masih ada ruang bernafas untuk ruang hijau.

Pada lantai 1, dari arah pintu masuk langsung bertemu ruang tangga untuk akses ke musholla dan ruang belajar di lantai 2. Saya mengasumsikan musholla tersebut akan digunakan juga oleh masyarakat umum sehingga, pintu masuk tidak didesain dengan pintu yang tertutup. Di lantai bawah ini ada 3 ruang belajar (kelas) dengan kapasitas juga terbatas. 2 ruang untuk kelas 1 & 2 serta 1 kelas untuk TK. Pada bagian depan arah pintu masuk sebelah kanan diletakkan ruang admisnistrasi dengan loket menghadap hal atau selasar bermain. Saya istilahkan selasar bermain karena walaupun kecil ruangan terbuka ini mutlak harus ada sebagai tempat beraktifitas anak-anak didik kita yang masih gemar bermain. Pada selasar ini bisa diletakkan permainan-permainan anak yang ukurannya tidak terlalu besar. Selain sebagai tempat beraktifitas selasar ini juga berfungsi sebagai ruang bernafas bagi ruang-ruang belajar agar tidak gelap dan sumpek. Cahaya matahari masih dapat masuk dari celah dinding sebelah kanan selebar 2 m yang menerus hingga ke lantai atas. Di bawah celah tersebut diletakkan taman kecil dengan level lebih rendah yang memanjang sepanjang bukaan di atasnya. Taman ini berfungsi menyerap air hujan yang jatuh sehingga lantai selasar tidak licin.Toilet di lantai 1 juga bisa memanfaatkan ruang kosong di bawah bordes tangga. Agar tidak terbentur dengan tangga, lantai kamar mandi diturunkan 60 cm.

Jika madrasah tersebut tingkat ibtidaiyah maka minimal dibutuhkan 3 kelas dengan pengaturan pagi dan siang. Sedangkan untuk TK paling tidak ada 1 kelas sendiri yang bisa digunakan untuk ruang guru jika sudah tidak dipakai. Dari kebutuhan tersebut di lantai 2 tetap harus ada 1 ruang belajar lagi untuk menampung anak kelas 3. Siang hari kelas-kelas tersebut dapat digunakan untuk ruang belajar anak kelas 4, 5 dan 6.

Musholla terletak di lantai 2 dengan ukuran 5 m x 5 m, masih cukup nyaman untuk berjama’ah dengan lebar shof 1.2 m. Dilengkapi dengan ruang wudhu dan toilet. Ruang-ruang di lantai dua ini juga masih dapat dibuat bukaan di sisi kanan untuk memasukkan udara dan cahaya matahari. Agar tidak silau dan tampias bukaan-bukaan dinding tersebut bisa ditambahkan canopy dan louver di bagian atasnya.

Tampak bangunan di desain artistik tetapi tetap fungsional. Style nya modern mengikuti perkembangan jaman, karena Islam tidak surut ke belakang tapi terus dan terus berkembang. Sentuhan-sentuhan alami juga masih tetap ditampilkan dengan penggunaan bata ekspos pada ruang tangga yang menjulang, dipadu dengan kaca lebar dan profil alumunium yang bernuansa modern, Kaca lebar pada ruang tangga ini membuat tampilan bangunan terlihat ringan. Sebagian atap menggunakan atap datar dak beton dengan puncaknya pada atap jurai Musholla dengan sudut kemiringan 45 derajat. Warna-warna cat juga merupakan kombinasi warna-warna natural agar tidak kontras dengan lingkungannya. Penggunaan canopy untuk melindungi bukaan-bukaan dinding juga semakin memperkuat sisi modern bangunan.

Demikianlah Akhina Syam, solusi yang dapat saya berikan untuk mengatasi lahan yang terbatas ini. Mudah-mudahan dengan berdirinya madrasah dan musholla kecil ini akan banyak dermawan lain yang Allah bukakan hatinya sehingga terketuk untuk menginfakkan hartanya. Sehingga madrasah yang dikelola oleh yayasan anda ini dapat berkembang dan menjadi cikal bakal pencetakan generasi muda islam yang berkualitas.


Wallahu a’lam bishowaf.....

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Desain mini Arsitektur Islamic Centre

bersama Ir. Aria Heryantha
Assalamu'alaikum wr wb,

Pak Ust. Aria, kami berencana akan membangun Mini Islamic Center di lingkungan Masjid, lahan kosong yang masih tersisa bentuknya seperti gambar pada link berikut ini:

http://yayasan-alikhlash.blogspot.com/2009/02/lahan-buat-mini-islamic-center.html

Pada bagian lahan yang dimensinya ada sudut lancip, kami ingin membuat bangunan dua lantai, Lantai 1 untuk ruang serba guna, sekretariat Madrasah Diniyah/TPA dan Toilet. Sedangkan pada lantai 2 rencananya untuk ruangan kelas TPA & Madrasah Diniyah sebanyak empat (4) ruangan.

Juga ke bagian dimensi memanjang kearah 11m dan menghadap 21m untuk petakan toko, yang fungsinya untuk kemakmuran Masjid.

Mohon pencerahan dan bantuan Pak Ust. Aria untuk desain dan layout dari lahan tsb.

Kami mendoakan Pak Ust. Aria selalu dalam keberkahan dan keridhloan Allah swt.

Syukron Katsiran

Wassalam,

abdul (abdelq2000@gmail.com)

abd

Jawaban

Wa ‘alaikumussalam Wr.Wb.

Akhina Abdul yang selalu dirahmati Allah, mudah-mudahan Allah ta’ala selalu memudahkan jalan antum dan teman-teman di Yayasan Al Ikhlas untuk tetap istiqomah berjuang menegakkan Dinillah di muka bumi ini.

Sayang sekali data yang antum berikan masih belum lengkap karena tidak mencantumkan posisi tanah tersebut terhadap bangunan masjid yang sudah berdiri, juga posisi jalan dan arah mata anginnya sehingga ana agak kesulitan menentukan arah orientasinya.

Untuk amannya, ana tarik posisi bangunan sekitar 1 m dari setiap sisi lahan sehingga bangunan seolah-olah berdiri sendiri. Bentuk lahan yang cukup unik juga menimbulkan inspirasi bagi ana untuk membuat bangunan yang bentuknya menyesuaikan dengan bentuk lahannya yang meruncing di satu sudut.

Orientasi bangunan Mini Islamic Centre ini saya asumsikan menghadap sisi jalan dengan ukuran 21 m sesuai dengan informasi antum agar toko dihadapkan pada sisi lahan tersebut. Tepat di sisi miring ada akses masuk ke bangunan dan di sisi kirinya disisakan lahan untuk parkir kendaraan. Di lantai 1 terdapat ruang serbaguna 8 m x 12 m, ruang sekretariat madrasah diniyah 4.5 m x 2.5 m, toilet untuk ikhwan dan akhwat, tangga ke lantai 2 serta 4 unit toko dengan luas masing-masing 5 m x 3 m. Untuk luas toko ini juga hanya ana asumsikan karena antum tidak mencantumkan kebutuhannya. Apabila terlalu besar atau kecil maka ukurannya bisa antum sesuaikan sendiri.

Ruang serbaguna memiliki 2 pintu masuk dan keluar serta 1 pintu darurat kearah belakang jika terjadi kondisi-kondisi darurat. Semua pintu tersebut menggunakan pintu double daun selebar 160 cm. Pada sisi depan dan belakang terdapat jendela kaca lebar tanpa kusen yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Jika ruang serbaguna ini akan digunakan juga untuk olahraga yang dikhawatirkan akan berbahaya, mungkin kaca-kaca ini bisa dihilangkan atau ditambahkan teralis di bagian dalamnya.

Di lantai 2 terdiri dari 4 unit kelas, 3 kelas untuk madrasah diniyah dan 1 kelas untuk TPA. Masing-masing kelas berukuran 5.5 m x 4 m serta memiliki jendela di sisi kiri dan kanannya. Kelas-kelas ini dihubungkan oleh selasar selebar 2.5 m yang dilindungi pagar ber ornamen disekelilingnya. Di lantai 2 ini saya buatkan toilet juga, sehingga tidak perlu turun naik apabila ingin ke ‘belakang’. Agar pada saat siswa keluar dari kelas bersamaan tidak menjadi krodit, maka di mulut tangga dibuat hal yang cukup lebar sehingga cukup dapat mengantisipasi aktifitas turun naik tangga tersebut. Lebar tangga dibuat 1.2 m, cukup untuk berpapasan naik dan turun, juga dilengkapi dengan 2 buah bordes sehingga tidak terasa lelah.

Yang menarik dari bentuk bangunannya adalah pada tangga ke lantai 2. Posisinya yang ada di sudut lahan yang miring mengadobsi bentuk kemiringan lahan tersebut. Dari arah jalan, bentuk ini terlihat menarik apalagi jika material dinding penutupnya terbuat dari kaca, dengan konstruksi tangganya menggantung.

Bentuk atap bangunan madrasah dan toko dibuat miring satu arah dipadukan dengan atap datar dak beton pada selasar kelas. Atap datar ini juga berulang pada teras serbaguna yang menerus hingga melindungi teras-teras toko. Agar bentuk bangunan menjadi lebih dinamis, maka dibuat tonjolan-tonjolan pada atap toilet lantai 2, kolom-kolom selasar serta dinding-dinding pemisah toko. Perpaduan material-material finishingnya juga disesuaikan dengan karakter bangunan yang modern tetapi tetap akrab dengan lingkungannya,seperti terakota atau bata ekspos pada dinding bangunan madrasah, batu alam untuk tonjolan-tonjolan dinding dan kolom serta kaca untuk bukaan-bukaan jendela dan dinding penutup tangga.Unsur geometris yang kental dengan nuansa islam bisa diterapkan pada ornamen pagar keliling selasar lantai 2.

Walhasil terwujudlah, suatu bangunan Mini Islamic Centre berlanggam tropis modern dengan karakter yang dinamis sesuai dengan konsep islam yang selalu berkembang dan bergerak. Kesan bangunan Islam yang cenderung diidentikan dengan ‘kekumuhan’ dan ‘termarjinirkan’ ….harus kita ubah. Islam harus mencitrakan kebersihan, keharmonisan, keseimbangan, dan terdepan dalam perubahan sehingga memiliki izzah di mata musuh-musuh Islam.

Akhina Abdul, mudah-mudahan dengan pertolongan Allah, bangunan madrasah yang akan mencetak generasi-generasi muda penerus dakwah dan pembela Islam ini bisa terwujud… tentunya dengan ikhtiar dan selalu berdoa pada Allah ta’ala. Salam buat teman-teman di Yayasan Al Ikhlas dan hanya ini bentuk sumbangan yang bisa ana berikan…

Billahi taufik wal hidayah…..Wassallamu ‘alaikum Wr.Wb.

From. www.eramuslim.com

Sebuah Synopsis Mega Film "Ketika Cinta Bertasbih"

Sinemart Pictures kini mengadaptasi novel Ketika Cinta Bertasbih secara utuh ke layar lebar. Dengan melibatkan langsung Habibburahman El Shirazy, sang penulis novel, dan melakukan audisi untuk mendapatkan pemeran yang memiliki karakter tak jauh dari tokoh dalam novelnya. Hingga menggaet Chaerul Umam untuk kembali menyutradarai setelah selama 11 tahun absen dari panggung layar lebar tanah air.

Ketika Cinta Bertasbih berfokus pada perjalanan tokoh Khairul Azzam (M. Kholidi Asadil Alam), seorang mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas Al Azhar Kairo-Mesir. Kuliahnya tertunda selama 9 tahun setelah ayahnya meninggal dunia. Maka demi menghidupi dirinya dan keluarganya di Solo, Azzam berdagang bakso dan tempe di Kairo-Mesir. Dari pekerjaan yang dijalaninya, Azzam menjadi terkenal di kalangan KBRI di Kairo, dan mempertemukannya dengan Eliana (Alice Sofie Norin), gadis cantik nan modern, putri Dubes RI di Mesir.

Kehidupan dan kisah cinta Azzam yang berliku tidak sekedar memberikan pencerahan jiwa, namun mengajak penonton untuk lebih mendalami rahasia Illahi dan memaknai cinta. Kehadiran Anna (Oki Setiana Dewi), seorang wanita Islami yang menggoda hati Azzam menjadi unsur yang mengikat keduanya dalam sebuah misteri cinta yang seolah tak berujung. Dikemas dengan manis dalam sudut pandang yang sangat berbeda dari film-film drama romantis pada umumnya. Peran adiknya bernama Husna (Meyda Sefira), serta Furqan (Andi Arsyil) teman kuliahnya yang juga berasal dari Indonesia dan terinfeksi AIDS merangkum perjalanan hidup Azzam menjadi sebuah cerita yang sangat bernilai.

Film ini juga didukung oleh belasan artis kawakan senior papan atas, seperti Deddy Mizwar, Didi Petet, Slamet Rahardjo, Ninik L Karim, Nungki Kusumastuti, bahkan sastrawan-Taufik Ismail pun muncul sebagai cameo. Ilustrasi musik dan soundtrack ditangani oleh Melly Goeslaw dan Anto Hoed. Tak ketinggalan Krisdayanti ikut tampil sebagai salah satu pengisi album soundtrack Mega Film Ketika Cinta Bertasbih.

Seluruh latar belakang dalam novel dihidupkan dengan pengambilan gambar dari lokasi sebenarnya di Kairo, Mesir. Syuting dilakukan sejak Oktober 2008, bertempat di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Mesir, seputar Kota Kairo dan Alexandria, Bandar Udara Internasional Kairo, Sungai Nil, Piramid Giza, bahkan Universitas Al Azhar yang selama ini tidak memperbolehkan film asing melakukan syuting di lokasi tersebut. Penggambaran setting yang begitu indah dan menganggumkan merupakan nilai plus dari film ini, yang tidak ditemukan dalam film nasional di beberapa dekade terakhir.

Hanya tersedia 2 Lowongan


LOWONGAN DISEDIAKAN UNTUK 2 POSISI :

A. Penghuni Syurga
B. Penghuni Neraka

UNTUK POSISI A DISEDIAKAN FASILITAS DAN KOMPENSASI SBB :

Sebelum kandidat diberi fasilitas final berupa Syurga yang kekal
abadi,kandidat dijamin akan memperoleh training outdoor dan indoor,
berupa :

1. Nikmat kubur.
2. Jaminan perlindungan di Padang Mahsyar.
3. Keselamatan meniti Sirath-al mustaqim.

Syurga memiliki berbagai kenikmatan yang tidak dapat dibandingkan dengan kenikmatan dunia. Rasulullah bersabda, "Demi Allah, dunia ini dibanding akhirat ibarat seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut; air yang tersisa di jarinya ketika diangkat itulah nilai dunia" (HR
Muslim). Nikmat yang lebih indah dari syurga adalah 'merasakan' ridha Allah dan kesempatan merasakan 'wajah' Allah, inilah puncak segala kenikmatan, inilah kenikmatan yang tak mampu dibayangkan manusia, yaitu keindahan menikmati sifat-sifat dan kalam murni Allah yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang.

UNTUK POSISI B DIPASTIKAN MENIKMATI BERAGAM KESEMPATAN DIBAWAH INI:

1. Fasilitas pemanas ruangan yang bertemperatur sangat luar biasa panasnya. Bahkan bila sebutir pasir neraka dijatuhkan ke muka bumi maka mengeringlah seluruh samudera di muka bumi ini dan mendidihlah kutub es yang ada di muka bumi ini. Bahkan bila seseorang dikeluarkan dari dalamnya sekejab kemudian dipindahkan ke tumpukan api unggun yang menyala-nyala di muka bumi ini maka iapun akan merasa lega. Neraka sangat luas, jadi para pelamar posisi ini tidak perlu khawatir tidak kebagian tempat. Para pelamar posisi ini juga tak perlu khawatir segera mati kalau dibakar, karena tubuh kita akan dibuat sedemikian rupa hingga mampu memuai kalau dibakar (seperti kerupuk bila digoreng).

Rasulullah saw bersabda, "Di neraka gigi seorang kafir akan (memuai) hingga sebesar gunung Uhud, dan (tebal) kulitnya membentang sejauh tiga hari perjalanan" (diriwayatkan oleh Abu Hurairah, HR Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda,"Neraka dipegang oleh tujuh puluh ribu tali, dan setiap talinya di pegang oleh tujuhpuluh ribu malaikat"(HR Muslim).

Rasulullah saw bersabda, "Allah mempunyai malaikat yang jarak antara kedua belah matanya adalah sepanjang seratus tahun perjalanan" (Abu Daud, Ibn Hanbal).

2. Fasilitas ini juga meliputi makanan gratis yang mampu membakar isi perut, minuman yang mampu membocorkan usus serta fasilitas kolam renang gratis yang berisi nanah dan darah.Beberapa pembantu gratis juga disiapkan untuk menyayat lidah orang-orang yang suka menyakiti hati orang lain, maupun menyeterika perut orang-orang yang tidak membayar zakat.

Selain fasilitas tersebut, para kandidat akan melewati masa training yang lamanya mencapai ribuan tahun, yaitu :

a.Training indoor didalam kubur berupa siksa kubur dan 'hidup' dalam kesengsaraan ditemani ular dan makhluk aneh lainnya serta wajah-wajah buruk selama bertahun-tahun hingga ribuan tahun di alam barzakh tergantung kualitas amal ibadahnya dan dosa-dosa yang ia lakukan.

b.Training outdoor dilakukan di padang Mahsyar selama ribuan tahun,dalam suasana kepanikan dan huru-hara yang luar biasa. Bapak, ibu, anak dan saudara-saudara kita tak mampu menolong kita karena setiap orang sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Bahkan para nabi pun tidak mampu menolong, kecuali nabi Muhammad SAW yang akan menolong umatnya yang rajin bersholawat padanya.

SYARAT-SYARAT PELAMAR

- Tidak diperlukan ijazah.
- Tidak diperlukan koneksi atau uang sogok.
- Tidak perlu bawa harta.
- Tidak perlu berwajah cantik, ganteng, berbadan tegap atau seksi.
- Cukup membawa dokumen asli dari keimanan dan amal karya anda sendiri.

WAKTU WAWANCARA :

Wawancara tahap 1,

Dilakukan 7 langkah setelah pelayat terakhir meninggalkan kuburan Anda.

Sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya bila jenazah seseorang diletakkan di dalam kubur, maka jenazah itu mendengar suara sandal orang-orang yang mengantarnya ke kuburan pada saat mereka meninggalkan tempat itu." (hadist hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad Hanbal). Perlu
diketahui jadwal wawancara Anda ini sudah ditentukan sejak roh ditiupkan ke tubuh anda semasa dalam kandungan ibu.

Wawancara tahap 2 : Hanya Allah lah yang tahu.

LOKASI DAN LAMA WAWANCARA

Wawancara tahap I, dilakukan di dalam kubur (alam barzakh) selama beberapa menit hingga ribuan tahun tergantung posisi yang dilamarnya.

Wawancara tahap II, dilakukan pada hari penghisaban (hari perhitungan) selama beberapa hari hingga ribuan tahun tergantung posisi yang dilamarnya. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah pernah bersabda bahwa jarak waktu masa pengadilan antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin adalah 500 tahun. Berbahagialah Anda yang miskin selama di dunia, yang memiliki sedikit harta untuk diminta pertanggungjawabann ya (karena sebutir nasi yang Anda buang akan diminta pertanggungjawabann ya).

PEWAWANCARA:

Wawancara tahap I, dilakukan oleh Malaikat Mungkar dan Nakir.
Wawancara tahap II, dilakukan langsung oleh sang Penguasa Hari Kemudian

WAWANCARA HANYA BERISI 6 PERTANYAAN :

1. Siapa Tuhanmu ?
2. Apa agamamu ?
3. Siapa nabimu?
4. Apa kitabmu?
5. Dimana kiblatmu ?
6. Siapa saudaramu?

Sungguh 6 pertanyaan yang sangat mudah, tapi sayangnya tidak bisa dihapal dari sekarang karena keimanan dan amal kitalah yang akan menjawabnya.

CARA MELAMAR:

Sekali lagi, ini benar-benar rekrutmen yang sangat istimewa, tidak perlu melamar, siapa saja dijamin diterima, bahkan untuk melamarpun Anda akan dijemput secara khusus. Dijemput oleh makhluk sekaliber malaikat yang bernama Izroil. Ia akan menjemput anda kapan dan dimana
saja (bisa jadi sebentar lagi).

BENARKAH LOWONGAN INI ?

Simaklah hadits dibawah ini, sesungguhnya terlalu banyak rahasia alam ini yang tidak mampu kita ketahui, apalagi mengenai akhirat.Rasulullah saw bersabda :

"Sesungguhnya aku mampu melihat apa yang tak sanggup kalian lihat. Kudengar suara gesekan dilangit (berkriut-kriut) , langit sedemikian padatnya, tak ada tempat kosong bahkan seluas empat jari sekalipun karena langit dipenuhi para malaikat yang sedang bersujud kepada Allah SWT. Demi Allah ! Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui (tentang akhirat), niscaya kalian tidak akan pernah tertawa sedikitpun, bahkan kalian pasti akan banyak menangis (karena takut). Dan niscaya kalian tidak akanpernah bisa bersenang-senang dengan istri-istri kalian, dan niscaya kalian akan keluar berhamburan ke jalan-jalan (berteriak) untuk memohon (ampun) dan memanjatkan doa kepada Allah (meminta perlindungan dari bencana akhirat) yang akan Dia
timpakan" (HR Tirmidzi & Al-Bukhari).

Sementara jutaan Malaikat dengan penuh rasa takut dan hormat sedang bersujud kepada Allah, dan sementara Malaikat peniup Sangkakala sudah siap di depan trompetnya sejak alam ini diciptakan, sementara itu pula masih banyak diantara kita yang masih terlena dengan dunia ini dan bergelimang dalam alam pikirannya . Tidak sadar ia bahwa dirinya sedang masuk dalam program penerimaan lowongan yang ada di akhirat.

MAU MELAMAR KE POSISI B ? jangan deh..yo..sama pilih A aja ya?amiiin?.
Mudah saja, hiduplah sesuka anda di dunia ini.

di salin dari milis grafika_rm2001@yahoogroups.com

Andaikata Rasulullah Mengunjungi kita

Bayangkan apabila Rasulullah dengan seijin Allah tiba-tiba muncul mengetuk pintu rumah kita. Beliau datang dengan tersenyum dan muka bersih di muka pintu rumah kita, Apa yang akan kita lakukan? Mestinya kita akan sangat berbahagia, memeluk beliau erat-erat dan lantas mempersilahkan beliau masuk ke ruang tamu kita. Kemudian kita tentunya akan meminta dengan sangat agar Rasulullah sudi menginap beberapa hari di rumah kita. Beliau tentu tersenyum……..

Tapi barangkali kita meminta pula Rasulullah menunggu sebentar di depan pintu karena kita teringat Video CD rated R18+ yang ada di ruang tengah dan kita tergesa-gesa memindahkan dahulu video tersebut ke dalam.

Beliau tentu tetap tersenyum……..

Atau barangkali kita teringat akan lukisan wanita setengah telanjang yang kita pajang di ruang tamu kita, sehingga kita terpaksa juga memindahkannya ke belakang secara tergesa-gesa.
Barangkali kita akan memindahkan lafal Allah dan Muhammad yang ada di ruang samping dan kita meletakkannya di ruang tamu.

Beliau tentu tersenyum…….

Bagaimana bila kemudian Rasulullah bersedia menginap di rumah kita? Barangkali kita teringat bahwa kita lebih hapal lagu-lagu barat daripada menghapal Shalawat kepada Rasulullah SAW.
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengetahui sedikitpun sejarah Rasulullah SAW karena kita lupa dan lalai mempelajarinya.

Beliau tentu tersenyum……..

Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengetahui satupun nama keluarga Rasulullah dan sahabatnya tetapi hapal di luar kepala mengenai anggota Indonesian Idols atau AFI.
Barangkali kita terpaksa harus menyulap satu kamar mandi menjadi ruang shalat. Atau barangkali kita teringat bahwa perempuan di rumah kita tidak memiliki koleksi pakaian yang pantas untuk berhadapan kepada Rasulullah.

Beliau tentu tersenyum……..

Belum lagi koleksi buku-buku kita. Belum lagi koleksi kaset kita. Belum lagi koleksi karaoke kita. Kemana kita harus menyingkirkan semua koleksi tersebut demi menghormati junjungan kita?
Barangkali kita menjadi malu diketahui junjungan kita bahwa kita tidak pernah ke masjid meskipun adzan berbunyi.

Beliau tentu tersenyum……..

Barangkali kita menjadi malu karena pada saat Maghrib keluarga kita malah sibuk di depan TV.
Barangkali kita menjadi malu karena kita menghabiskan hampir seluruh waktu kita untuk mencari kesenangan duniawi.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita tidak pernah menjalankan shalat sunnah.
Barangkali kita menjadi malu karena keluarga kita sangat jarang membaca Al-Qur’an.
Barangkali kita menjadi malu bahwa kita tidak mengenal tetangga-tetangga kita.

Beliau tentu tersenyum…….

Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah menanyakan kepada kita siapa nama tukang sampah yang setiap hari lewat di depan rumah kita.
Barangkali kita menjadi malu jika Rasulullah bertanya tentang nama dan alamat tukang penjaga masjid di kampung kita.

Betapa senyum beliau masih ada di situ……..

Bayangkan apabila Rasulullah tiba-tiba muncul di depan rumah kita. Apa yang akan kita lakukan? Masihkah kita memeluk junjungan kita dan mempersilahkan beliau masuk dan menginap di rumah kita?

Ataukah akhirnya dengan berat hati, kita akan menolak beliau berkunjung ke rumah karena hal itu akan sangat membuat kita repot dan malu.

Maafkan kami ya Rasulullah………

Masihkah beliau tersenyum?

Senyum pilu, senyum sedih dan senyum getir……..

Oh betapa memalukannya kehidupan kita saat ini di mata Rasulullah……..

Pikiran yang terbuka dan mulut yang tertutup merupakan suatu kombinasi kebahagiaan.

Jangan jadikan Penghalang sebagai hambatan, tetapi jadikan sebagai pendorong aktifitas.

Siapa yang mendiamkan saja kejahatan merajalela, dia itu membantu kejahatan!

Sehalus-halusnya musibah adalah ketika kedekatan kita denganNya perlahan-lahan terenggut dan itu biasanya ditandai dengan menurunnya kualitas ibadah.

Yuk cinta Matematika.....DEMI ISLAM!

Matematika tidak hanya memiliki nilai kebenaran bukti tapi juga nilai keindahan yang agung. Saya kagum dengan ungkapan Bertrand Russel mengenai matematika: “suatu keindahan, bagai ukiran, tanpa memohon belas kasih bantuan alam, tanpa keindahan musik yang menjerat dan memikat, keindahannya murni dan agung, mampu menuju kesempurnaan, sungguh merupakan seni teragung yang pernah dimiliki oleh seni itu sendiri”.
Kemudian saya tertegun dengan komentar St Augustine, pemikir Kristen terkemuka abad pertengahan: “pemeluk Kristen yang baik dan taat harus menghindari ahli matematika. Bahaya besar telah tiba karena para ahli matematika telah mengadakan akad dengan setan untuk menggelapkan jiwa manusia dan mengurungnya dalam ikatan neraka”.
Tak kalah garang, para hakim agung Roma membuat slogan hukum: ”dalam mempelajari geometri, ilmu yang tercela dan terkutuk seperti matematika adalah HARAM hukumnya”.
Dua belas abad kemudian, Ahmad Sirhindi menjuluki ahli matematika sebagai orang idiot dan para pemujanya lebih tolol dan hina karena dia mengira bahwa matematika dan mempelajari matematika tidak ada manfaatnya untuk kehidupan manusia kelak di akhirat nanti.
Kecaman keras terhadap matematika ini terjadi pada zaman medieval yang terkenal obscure, dogmatic dan irrasional. George Sarton membagi History of Science dalam beberapa zaman, setiap zaman berasosiasi pada seorang pemikir ternama, dan berakhir pada setiap setengah abad. Dari 450 BC sampai 400 BC adalah era Plato, dari 400 sampai 350 BC adalah era Aristotle dan seterusnya.
750 M sampai 1100 M adalah merupakan zaman dimana dalam kurun 350 tahun secara keseluruhan peradaban dan ilmu didominasi oleh dunia Islam, zaman yang tak terkalahkan secara berturut-turut muncul nama-nama dari Jabir, al-Khawarizmi, ar-Razi, al-Mas’udi, al-Wafa, al-Biruni dan Umar Khayyam. Dan hanya setelah abad ke-11 M barulah muncul nama-nama seperti Gerard dan Roger Bacon. Tapi kehormatan atas ilmu masih disandang ulama-ulama Muslim dalam kurun dua abad berikutnya yaitu Ibn Rushd, Nashiruddin at Thusi dan Ibnu Nafis.
Namun setelah 1350 M umat Islam tenggelam dalam samudra dogmatis yang hanya menelurkan beberapa ilmuwan handal pada abad 15 M.
Sejarah mengungkapkan fakta bahwa scientific brilliance selalu dibarengi dengan perkembangan matematika. Pada kenyataanya penemuan-penemuan matematik telah memuluskan jalan menuju kemajuan spektakuler dalam sejarah ilmu dan teknologi. Tidak ada satu negarapun yang pernah mencapai kesuksesannya tanpa penguasaan matematika. Ketika umat Islam mendominasi dunia sains, mereka sangat hebat dalam matematika.
Musa al khawarizmi (780-850 M) merupakan salah satu dari scientific minds of Islam, yang mempunyai pengaruh dalam pemikiran matematika lebih dari ilmuwan abad pertengahan manapun. Dia tidak hanya menyusun buku aritmetika namun juga tabel-tabel astronomi. Magnum opusnya hisab al jabr wa-l-muqabalah telah diterjemahkan kedalam bahasa latin dan digunakan selama empat abad sebagai buku panduan utama dalam mata kuliah aljabar di universitas-universitas terkemuka di seluruh Eropa.
Dengan mengenalkan jumlah yang tidak diketahui kemudian menemukannya, aljabar menjadi the open-sesame untuk berbagai penemuan; the be-all dan end-all dari semua ilmu sains.
Penyair ternama; dan juga ahli matematika yang handal Omar Khayyam (1048-1122 M) dan Nashiruddin at Thusi (1201-1274 M) menunjukkan bahwa setiap besaran rasio, yang sepadan maupun tidak, adalah bilangan, rasional maupun irrasional. Dan teori tersebut kemudian secara pelan dan lambat menuju kesempurnaannya disaat bermulanya zaman renaissance di Eropa.
Iqbal, pemikir kenamaan asal Pakistan memuji at Thusi Karena telah melontarkan pertanyaan terhadap the uclidean postulate atas pararelism. Omar khayyam merupakan ilmuwan pertama yang membuktikan bilangan dari teori non-euclidean geometry yang nantinya ditemukan oleh Lobchersky, Riemann dan Gauss secara terpisah selama pertengahan abad 19 M.
Omar Khayyam telah mendahului sejak 7 abad sebelum mereka, yang mana dikemudian hari, Einstein menggunakan the non-euclidean geometry untuk mengantarkannya pada “dunia baru” dalam bidang sains. Tidak ada petunjuk dan rumusan yang tidak dipecahkan oleh Umar Khayyam. Beliau juga mulai menggunakan grafik untuk mengkombinasi aljabar dan geometri untuk membuktikan persamaan kubik.
Pasti akan selalu diingat bahwasanya seorang jenius bernama Descartes yang kemudian memperagakan the tour de force dari kombinasi aljabar dan geometri, bersamaan dengan penemuan filsafat barunya dengan diktumnya yang terkenal: “cogito ergo sum”.
Belum ada lagi pemikir dunia Muslim yang mengikuti jejak Umar Khayyam dan menguatkan rasionalism, karena Imam Ghazali telah “terlanjur” menulis tahafutul falasifah. Memang, Ibnu Rushd kemudian juga menulis tahafut tahafut. Namun sayangnya dunia Muslim menolaknya, sebaliknya orang Eropa berebut mengambilnya. Orang Eropa menjadi averoist; pengikut setia Ibn Rushd.
Al Biruni sukses dengan the idea of function, yang mana menurut Spengler, adalah simbol barat yang mana tidak ada peradaban lain yang bisa memberikannya walaupun hanya sekedar petunjuk dan gambaran. The idea of function yang dilontarkan al-Biruni mengenalkan konsep inter-dependence dan movement, melihat dunia sebagai sebuah kumpulan proses inter-dependence.
Konsep ini merupakan konsep dialektik. Namun lagi-lagi disayangkan bahwa umat Islam tidak bisa mengembangkan embrio yang brilliant tersebut, dan akhirnya konsep tersebut berhibernasi selama berabad-abad karena umat Islam terbuai dalam lantunan ninabobo dogmatism dan irrationalism. Embrio tersebut baru muncul dan lahir kembali tatkala tersentuh oleh peradaban barat, sungguh ironis. Ide yang dinamis tidak akan pernah maju dalam lingkungan masyarakat yang statis!.
Akhirnya pada abad ke 17 M secara tragis namun desisif , supremasi sains berputar “melawan” dunia Muslim, sungguh sayang……..
Geometri Descartes diterbitkan pada tahun 1637 M. Ahmad Sirhindi meninggal pada tahun 1624 M, namun dia sudah terlanjur mengutuk matematika dengan ungkapan yang tegas dan lugas. Dengan mengecam matematika, kita telah melangkah jauh keluar dari parade barisan ilmu sains dan teknologi.
Seperdelapan dari ayat-ayat al-qur’an menekankan tadabbur, tafakkur dan ta’aqqul. Implikasinya adalah bahwasanya al-quran menjunjung tinggi supremasi akal. Tatkala kita menolak akal dengan mudah kita akan menjadi korban obscurantism dan dogmatism. Worldview kita masih medieval. Islam telah menjalani transformasi dari revolusi aljabar menuju stagnasi aritmetik.
Tidak akan pernah berkembang matematika dan ilmu sains serta teknologi kecuali apabila dan hingga weltanshauung (worldview, red.) kita telah bersandar pada asas tafakkur tadabbur dan menjadikan ta’aqqul sebagai penjaga “pintu masuk” dunia Islam.
Islam bukanlah sistem yang tertutup sebagaimana pandangan kaum orthodox. Karena hal tersebut malah akan mencoreng citra Islam sebagai agama yang universal “rahmatan lil ‘alamin”. Islam adalah keimanan dimana Tuhan menyediakan manusia sesuatu yang baru, pada tiap paginya, “sarapan” yang bisa menjadi problem solving bagi berbagai permasalah-permasalahan baru yang muncul saat itu.
Sebagaimana yang telah tertera dalam al-quran, setiap masa memiliki kemuliaanya. Dan pada akhirnya, Islam telah menghubungkan dirinya kepada keagungan Tuhan dan diakhir yang lain kepada diversity of humankind (keberagaman manusia). Disini, pluralisme adalah merupakan kekuatan dinamisnya. Wallahu a’lam.

From.http://ketapelgaza.multiply.com/journal/item/38

30 Kiat Mendidik Anak

Apabila telah tampak tanda-tanda tamyiz pada seorang anak, maka selayaknya dia mendapatkan perhatian sesrius dan pengawasan yang cukup. Sesungguhnya hatinya bagaikan bening mutiara yang siap menerima segala sesuatu yang mewarnainya. Jika dibiasakan dengan hal-hal yang baik, maka ia akan berkembang dengan kebaikan, sehingga orang tua dan pendidiknya ikut serta memperoleh pahala.

Sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan hal-hal buruk, maka ia akan tumbuh dengan keburukan itu. Maka orang tua dan pedidiknya juga ikut memikul dosa karenanya.

Oleh karena itu, tidak selayaknya orang tua dan pendidik melalaikan tanggung jawab yang besar ini dengan melalaikan pendidikan yang baik dan penanaman adab yang baik terhadapnya sebagai bagian dari haknya. Di antara adab-adab dan kiat dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:

• Hendaknya anak dididik agar makan dengan tangan kanan, membaca basmalah, memulai dengan yang paling dekat dengannya dan tidak mendahului makan sebelum yang lainnya (yang lebih tua, red). Kemudian cegahlah ia dari memandangi makanan dan orang yang sedang makan.

• Perintahkan ia agar tidak tergesa-gesa dalam makan. Hendaknya mengunyahnya dengan baik dan jangan memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum habis yang di mulut. Suruh ia agar berhati-hati dan jangan sampai mengotori pakaian.

• Hendaknya dilatih untuk tidak bermewah-mewah dalam makan (harus pakai lauk ikan, daging dan lain-lain) supaya tidak menimbulkan kesan bahwa makan harus dengannya. Juga diajari agar tidak terlalu banyak makan dan memberi pujian kepada anak yang demikian. Hal ini untuk mencegah dari kebiasaan buruk, yaitu hanya memen-tingkan perut saja.

• Ditanamkan kepadanya agar mendahulukan orang lain dalam hal makanan dan dilatih dengan makanan sederhana, sehingga tidak terlalu cinta dengan yang enak-enak yang pada akhirnya akan sulit bagi dia melepaskannya.

• Sangat disukai jika ia memakai pakaian berwarna putih, bukan warna-warni dan bukan dari sutera. Dan ditegaskan bahwa sutera itu hanya untuk kaumwanita.

• Jika ada anak laki-laki lain memakai sutera, maka hendaknya mengingkarinya. Demikian juga jika dia isbal (menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki). Jangan sampai mereka terbiasa dengan hal-hal ini.

• Selayaknya anak dijaga dari bergaul dengan anak-anak yang biasa bermegah-megahan dan bersikap angkuh. Jika hal ini dibiarkan maka bisa jadi ketika dewasa ia akan berakhlak demikian. Pergaulan yang jelek akan berpengaruh bagi anak. Bisa jadi setelah dewasa ia memiliki akhlak buruk, seperti: Suka berdusta, mengadu domba, keras kepala, merasa hebat dan lain-lain, sebagai akibat pergaulan yang salah di masa kecilnya. Yang demikian ini, dapat dicegah dengan memberikan pendidikan adab yang baik sedini mungkin kepada mereka.

• Harus ditanamkan rasa cinta untuk membaca al Qur’an dan buku-buku, terutama di perpustakaan. Membaca al Qur’an dengan tafsirnya, hadits-hadits Nabi n dan juga pelajaran fikih dan lain-lain. Dia juga harus dibiasakan menghafal nasihat-nasihat yang baik, sejarah orang-orang shalih dan kaum zuhud, mengasah jiwanya agar senantiasa mencintai dan menela-dani mereka. Dia juga harus diberitahu tentang buku dan faham Asy’ariyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan juga kelompok-kelompok bid’ah lainnya agar tidak terjerumus ke dalamnya. Demikian pula aliran-aliran sesat yang banyak ber-kembang di daerah sekitar, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.

• Dia harus dijauhkan dari syair-syair cinta gombal dan hanya sekedar menuruti hawa nafsu, karena hal ini dapat merusak hati dan jiwa.

• Biasakan ia untuk menulis indah (khath) dan mengahafal syair-syair tentang kezuhudan dan akhlak mulia. Itu semua menunjukkan kesempurnaan sifat dan merupakan hiasan yang indah.

• Jika anak melakukan perbuatan terpuji dan akhlak mulia jangan segan-segan memujinya atau memberi penghargaan yang dapat membahagia-kannya. Jika suatu kali melakukan kesalahan, hendaknya jangan disebar-kan di hadapan orang lain sambil dinasihati bahwa apa yang dilakukannya tidak baik.

• Jika ia mengulangi perbuatan buruk itu, maka hendaknya dimarahi di tempat yang terpisah dan tunjukkan tingkat kesalahannya. Katakan kepadanya jika terus melakukan itu, maka orang-orang akan membenci dan meremehkannya. Namun jangan terlalu sering atau mudah memarahi, sebab yang demikian akan menjadikannya kebal dan tidak terpengaruh lagi dengan kemarahan.

• Seorang ayah hendaknya menjaga kewibawaan dalam ber-komunikasi dengan anak. Jangan menjelek-jelekkan atau bicara kasar, kecuali pada saat tertentu. Sedangkan seorang ibu hendaknya menciptakan perasaan hormat dan segan terhadap ayah dan memperingatkan anak-anak bahwa jika berbuat buruk maka akan mendapat ancaman dan kemarahan dari ayah.

• Hendaknya dicegah dari tidur di siang hari karena menyebabkan rasa malas (kecuali benar-benar perlu). Sebaliknya, di malam hari jika sudah ingin tidur, maka biarkan ia tidur (jangan paksakan dengan aktivitas tertentu, red) sebab dapat menimbulkan kebosanan dan melemahnya kondisi badan.

• Jangan sediakan untuknya tempat tidur yang mewah dan empuk karena mengakibatkan badan menjadi terlena dan hanyut dalam kenikmatan. Ini dapat mengakibatkan sendi-sendi menjadi kaku karena terlalu lama tidur dan kurang gerak.

• Jangan dibiasakan melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, sebab ketika ia melakukannya, tidak lain karena adanya keyakinan bahwa itu tidak baik.

• Biasakan agar anak melakukan olah raga atau gerak badan di waktu pagi agar tidak timbul rasa malas. Jika memiliki ketrampilan memanah (atau menembak, red), menunggang kuda, berenang, maka tidak mengapa menyi-bukkan diri dengan kegiatan itu.

• Jangan biarkan anak terbiasa melotot, tergesa-gesa dan bertolak (berkacak) pinggang seperti perbuatan orang yang membangggakan diri.

• Melarangnya dari membangga-kan apa yang dimiliki orang tuanya, pakaian atau makanannya di hadapan teman sepermainan. Biasakan ia ber-sikap tawadhu’, lemah lembut dan menghormati temannya.

• Tumbuhkan pada anak (terutama laki-laki) agar tidak terlalu mencintai emas dan perak serta tamak terhadap keduanya. Tanamkan rasa takut akan bahaya mencintai emas dan perak secara berlebihan, melebihi rasa takut terhadap ular atau kalajengking.

• Cegahlah ia dari mengambil sesuatu milik temannya, baik dari keluarga terpandang (kaya), sebab itu merupakan cela, kehinaan dan menurunkan wibawa, maupun dari yang fakir, sebab itu adalah sikap tamak atau rakus. Sebaliknya, ajarkan ia untuk memberi karena itu adalah perbuatan mulia dan terhormat.

• Jauhkan dia dari kebiasaan meludah di tengah majlis atau tempat umum, membuang ingus ketika ada orang lain, membelakangi sesama muslim dan banyak menguap.

• Ajari ia duduk di lantai dengan bertekuk lutut atau dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan yang kiri atau duduk dengan memeluk kedua punggung kaki dengan posisi kedua lutut tegak. Demikian cara-cara duduk yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam.

• Mencegahnya dari banyak berbicara, kecuali yang bermanfaat atau dzikir kepada Allah.

• Cegahlah anak dari banyak bersumpah, baik sumpahnya benar atau dusta agar hal tersebut tidak menjadi kebiasaan.

• Dia juga harus dicegah dari perkataan keji dan sia-sia seperti melaknat atau mencaci maki. Juga dicegah dari bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan hal itu.

• Anjurkanlah ia untuk memiliki jiwa pemberani dan sabar dalam kondisi sulit. Pujilah ia jika bersikap demikian, sebab pujian akan mendorongnya untuk membiasakan hal tersebut.

• Sebaiknya anak diberi mainan atau hiburan yang positif untuk melepaskan kepenatan atau refreshing, setelah selesai belajar, membaca di perpustakaan atau melakukan kegiatan lain.

• Jika anak telah mencapai usia tujuh tahun maka harus diperintahkan untuk shalat dan jangan sampai dibiarkan meninggalkan bersuci (wudhu) sebelumnya. Cegahlah ia dari berdusta dan berkhianat. Dan jika telah baligh, maka bebankan kepadanya perintah-perintah.

• Biasakan anak-anak untuk bersikap taat kepada orang tua, guru, pengajar (ustadz) dan secara umum kepada yang usianya lebih tua. Ajarkan agar memandang mereka dengan penuh hormat. Dan sebisa mungkin dicegah dari bermain-main di sisi mereka (mengganggu mereka).

Demikian adab-adab yang berkaitan dengan pendidikan anak di masa tamyiz hingga masa-masa menjelang baligh. Uraian di atas adalah ditujukan bagi pendidikan anak laki-laki. Walau demikian, banyak di antara beberapa hal di atas, yang juga dapat diterapkan bagi pendidikan anak perempuan. Wallahu a’lam.

Dari mathwiyat Darul Qasim “tsalasun wasilah li ta’dib al abna’’” asy Syaikh Muhammad bin shalih al Utsaimin rahimahullah .

Kepemimpinan Berfikir Dalam Islam

By abdullahalfaqir

Ikatan kebangsaan (Nasionalisme) tumbuh di tengah-tengah masyarakat, tatkala pola berfikir manusia mulai merosot. Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tidak beranjak dari situ. Saat itu, naluri ingin mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka hidup dan menggantungkan diri.

Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan nasionalisme, yang tergolong ikatan yang paling lemah dan rendah nilainya. Ikatan ini tampak juga dalam dunia binatang serta burung-burung, dan senantiasa emosional sifatnya. Ikatan semacam ini muncul ketika ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Tetapi bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dilawan dan diusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Oleh karena itu ikatan ini rendah nilainya.

Adapun ikatan kesukuan (sukuisme) tumbuh di tengah-tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit. Ikatan ini mirip dengan ikatan kekeluargaan, hanya sedikit lebih luas. Sebab munculnya ikatan kesukuan ini adalah karena manusia pada dasarnya memiliki naluri ingin mempertahankan diri, yang kemudian dalam dirinya mencuat keinginan untuk berkuasa. Keinginan itu muncul hanya pada individu yang rendah taraf berfikirnya. Apabila kesadarannya meningkat dan pemikirannya berkembang, maka bertambah luaslah wilayah kekuasaannya, sehingga timbul keinginan keluarga dan familinya berkuasa. Keinginan tersebut terus melebar sesuai dengan perkembangan pemikirannya, sampai suatu saat timbul keinginan sukunya berkuasa di negeri tersebut. Apabila mereka telah mendapatkan kekuasaan itu, iapun ingin sukunya menguasai bangsa-bangsa yang lain.

Inilah sebab timbulnya berbagai pertentangan lokal antar individu dalam sebuah keluarga yang saling berebut pengaruh. Sehingga apabila seseorang telah berhasil menjadi pemimpin dalam keluarga itu –tentunya setelah lebih dahulu memenangkan persaingan dengan anggota keluarga yang lain– perselisihan pun beralih antara keluarga itu dengan keluarga-keluarga lain, yang masing-masing berusaha menundukkan yang lainnya dalam soal kepemimpinan, sampai akhirnya dimenangkan oleh satu keluarga tertentu atau dicapai oleh beberapa keluarga yang bergabung menjadi satu. Tetapi tidak lama kemudian timbul lagi perselisihan baru antara kelompok keluarga itu menghadapi kelompok keluarga yang lain, dalam soal kharisma dan kepemimpinan. Keadaan seperti ini menimbulkan rasa fanatisme golongan (ta’ashub) dalam diri anggota ikatan ini. Mereka dikuasai oleh hawa nafsu dalam usahanya membela anggotanya terhadap anggota suku yang lain. Dengan demikian, ikatan semacam ini tidak sesuai dengan martabat manusia. Ikatan ini senantiasa menimbulkan berbagai pertentangan intern, kalau tidak disibukkan dengan berbagai perselisihan dengan pihak luar (keluarga, suku, bangsa, dan lain-lain).

Berdasarkan hal ini, ikatan nasionalisme merupakan ikatan yang rusak (tabi’atnya buruk) karena tiga hal:

(1) Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antara manusia satu dengan yang lainnya untuk menuju kebangkitan dan kemajuan.

(2) Karena ikatannya bersifat emosional, yang selalu didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yaitu untuk membela diri. Di samping itu ikatan yang bersifat emosional sangat berpeluang untuk berubah-ubah, sehingga tidak bisa dijadikan ikatan yang langgeng antara manusia satu dengan yang lain.

(3) Karena ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat membela diri karena datangnya ancaman. Sedangkan dalam keadaan stabil, yaitu keadaan normal, ikatan ini tak berarti lagi. Dengan demikian, tidak bisa dijadikan pengikat antara sesama manusia.

Demikian pula halnya dengan ikatan kesukuan termasuk ikatan yang rusak karena tiga hal:

(1) Karena berlandaskan pada qabilah/keturunan, sehingga tidak bisa dijadikan pengikat antara manusia satu dengan yang lainnya menuju kebangkitan dan kemajuan.

(2) Karena ikatannya bersifat emosional yang selalu didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri, yang didalamnya terdapat keinginan dan ambisi untuk berkuasa.

(3) Karena ikatannya tidak manusiawi, sebab menimbulkan pertentangan dan perselisihan antar sesama manusia dalam berebut kekuasaan. Oleh karena itu, tidak bisa menjadi pengikat antara sesama manusia.

Selain ikatan-ikatan yang rusak tadi, masih terdapat ikatan lain yang dianggap oleh sebagian orang sebagai alat untuk mengikat anggota masyarakat, yaitu “ikatan kemaslahatan” dan ikatan kerohanian[i] yang tidak memiliki suatu peraturan.

Ikatan kemaslahatan tidak lain ikatan yang temporal sifatnya, tidak bisa dijadikan pengikat antar manusia. Hal ini disebabkan adanya peluang tawar menawar dalam mewujudkan kemaslahatan mana yang lebih besar, sehingga eksistensinya akan hilang begitu satu maslahat dipilih atau didahulukan dari maslahat yang lain. Apabila kemaslahatan itu telah ditentukan, berakhirlah persoalannya, kemudian orang-orangnya pun membubarkan diri, karena ikatan itu berakhir tatkala maslahat telah tercapai. Dengan demikian, ikatan ini amat berbahaya bagi para pengikutnya.

Adapun ikatan kerohanian yang tak memiliki peraturan, aktifitasnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual saja. Ikatan ini tidak nampak dalam kancah kehidupan. Oleh karena itu, ikatan tersebut merupakan ikatan yang bersifat parsial (terbatas pada aspek kerohanian semata) yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga tidak layak menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek kehidupannya. Dari sini jelas bahwa aqidah yang dianut kaum Nashrani tidak dapat dijadikan pengikat antar bangsa-bangsa Eropa, walaupun semuanya menganut aqidah tersebut, karena tergolong ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan hidup sama sekali.

Seluruh ikatan tadi tidak layak dijadikan pengikat antar manusia dalam kehidupannya, untuk meraih kebangkitan dan kemajuan. Ikatan yang benar untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah aqidah aqliyah (aqidah yang sampai melalui proses berfikir) yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh. Inilah yang disebut sebagai ikatan ideologis (berdasarkan pada suatu mabda/ideologi.)

Mabda adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Sedangkan peraturan yang lahir dari aqidah ini tidak lain berfungsi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, memelihara aqidah serta untuk mengemban mabda. Penjelasan tentang cara pelaksanaan, pemeliharaan aqidah, dan penyebaran risalah dakwah inilah yang dinamakan thariqah. Selain dari itu –yaitu aqidah dan berbagai pemecahan masalah hidup– dinamakan fikrah. Jadi mabda mencakup dua bagian, yaitu fikrah dan thariqah.

Mabda haruslah muncul di benak seseorang, baik melalui wahyu Allah yang diperintahkan untuk mendakwahkannya atau dari kejeniusan yang nampak pada diri orang itu.

Mabda yang tumbuh dalam benak manusia melalui wahyu Allah adalah mabda yang benar. Karena bersumber dari Al-Khaliq, yaitu Pencipta alam, manusia, dan hidup, yakni Allah SWT. Mabda ini pasti kebenarannya (qath’i). Sedangkan mabda yang tumbuh dalam benak manusia karena kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah mabda yang salah (bathil). Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak mampu menjangkau segala sesuatu yang nyata. Juga karena pemahaman manusia terhadap proses lahirnya peraturan selalu menimbulkan perbedaan, perselisihan, dan pertentangan, serta selalu terpengaruh lingkungan dimana ia hidup di dalamnya. Sehingga membuahkan peraturan yang saling bertentangan, yang mendatangkan kesengsaraan bagi manusia. Oleh karena itu, mabda yang muncul dari benak seseorang adalah mabda yang salah, baik dilihat dari segi aqidahnya maupun peraturan yang lahir dari aqidah tersebut.

Atas dasar inilah asas suatu mabda (ideologi) adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Sedangkan keberadaan thariqah (pola operasional) –yang membuat mabda ini terwujud dan terlaksana dalam kehidupan– adalah suatu keharusan dan kebutuhan dasar bagi ide itu sendiri agar mabda itu terwujud.

Adapun ide dasar yang menyeluruh menjadi asas, karena ide dasar tersebut merupakan aqidah bagi mabda yang menjadi landasan ideologi (qaidah fikriyah), sekaligus sebagai kepemimpinan berfikir/ideologi (qiyadah fikriyah). Dengan landasan ini dapatlah ditentukan arah pemikiran manusia dan atau pandangan hidupnya. Dengan landasan itu pula dapat dibangun seluruh pemikiran dan dapat dilahirkan seluruh pemecahan problema kehidupan.

Akan halnya thariqah sebagai suatu keharusan, karena peraturan yang lahir dari aqidah itu bila tidak memuat penjelasan-penjelasan; tentang bagaimana cara melaksanakan pemecahan, bagaimana cara memelihara/melindungi aqidah, bagaimana cara mengemban dakwah untuk menyebarluaskan mabda, maka ide dasar ini hanya akan menjadi suatu bentuk filsafat yang bersifat khayalan dan dugaan belaka, serta hanya tercantum dalam lembaran-lembaran buku, tanpa dapat mempengaruhi kehidupan. Oleh karena itu untuk dapat menjadi sebuah mabda, di samping harus ada aqidah, maka harus ada pula thariqah atau cara pelaksanaannya.

Hanya saja, dengan sekedar terdapatnya ide dan thariqah pada suatu aqidah yang memancarkan peraturan, tidak berarti bahwa mabda itu pasti benar, Akan tetapi hanya menunjukkan bahwa itu sekedar suatu mabda. Yang menjadi indikasi benar atau salahnya suatu mabda adalah aqidah mabda itu sendiri, apakah benar atau salah. Sebab, kedudukan aqidah ini adalah sebagai qaidah fikriyah, yang menjadi asas bagi setiap pemikiran yang muncul. Aqidah jugalah yang menentukan pandangan hidup dan yang melahirkan setiap pemecahan problema hidup serta pelaksanaannya (thariqah). Jika qaidah fikriyah-nya benar, maka mabda itu benar. Sebaliknya, jika qaidah fikriyah-nya salah, maka mabda itu dengan sendirinya salah dari akarnya.

Qaidah fikriyah ini apabila sesuai dengan fitrah manusia dan dibangun berlandaskan akal, maka berarti termasuk kaidah yang benar. Sebaliknya, jika bertentangan dengan fitrah manusia atau tidak dibangun berlandaskan akal yang sehat, maka kaidah itu bathil adanya. Sedangkan yang dimaksud qaidah fikriyah yang sesuai dengan fitrah manusia adalah pengakuannya terhadap apa yang ada dalam fitrah manusia, yaitu kelemahan dan kebutuhan dirinya pada Yang Maha Pencipta, Pengatur segalanya. Dengan kata lain, bahwa qaidah fikriyah itu sesuai dengan naluri beragama (gharizah tadayyun). Sedangkan yang dimaksud qaidah fikriyah dibangun di atas dasar akal yang sehat adalah bahwa kaidah ini tidak berlandaskan materi ataupun sikap mengambil jalan tengah.

Apabila kita telusuri seluruh dunia ini, maka yang kita dapati hanya ada tiga mabda (ideologi). Yaitu Kapitalisme, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Dua mabda pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa negara. Sedangkan mabda yang ketiga yaitu Islam, tidak diemban oleh satu negarapun, melainkan diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. Sekalipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.

Mengenai kapitalisme, sesungguhnya mabda ini tegak atas dasar pemisahan antara agama dengan kehidupan (sekularisme). Ide ini menjadi aqidahnya (sebagai asas), sekaligus sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), serta qaidah fikriyah (landasan berfikir)-nya. Atas dasar landasan berpikir ini, mereka berpendapat bahwa manusia sendirilah yang berhak membuat peraturan hidupnya. Diharuskan pula untuk mempertahankan kebebasan manusia yang terdiri dari kebebasan beraqidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi. Dari kebebasan hak milik ini dihasilkan sistem ekonomi kapitalis, yang merupakan hal yang paling menonjol dalam mabda ini atau yang dihasilkan oleh aqidah mabda ini. Oleh karena itu, mabda tersebut dinamakan mabda kapitalisme. Sebuah nama yang diambil dari aspek yang paling menonjol dalam mabda itu.

Akan halnya demokrasi yang dianut oleh mabda ini, berasal dari pandangannya bahwa manusia berhak membuat peraturan (undang-undang). Oleh karena itu, menurut keyakinan mereka, rakyat adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang membuat perundang-undangan. Rakyat pula yang menggaji kepala negara untuk menjalankan undang-undang yang telah dibuatnya. Rakyat berhak mencabut kembali kekuasaan itu dari kepala negara, sekaligus menggantinya, termasuk merubah undang-undang sesuai dengan kehendaknya. Hal ini karena kekuasaan dalam sistem demokrasi adalah kontrak kerja antara rakyat dengan kepala negara yang digaji untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan undang-undang yang telah dibuat oleh rakyat.

Sekalipun demokrasi berasal dari ideologi mabda ini, akan tetapi kurang menonjol dibandingkan dengan sistem ekonominya. Buktinya sistem kapitalisme di Barat ternyata sangat mempengaruhi elite kekuasaan (pemerintahan) sehingga mereka tunduk kepada para kapitalis (pemilik modal, konglomerat). Bahkan hampir-hampir dapat dikatakan bahwa para kapitalislah yang menjadi penguasa sebenarnya di negara-negara yang menganut mabda ini. Di samping itu demokrasi bukanlah ciri khas dari mabda ini, sebab komunis pun juga menyuarakannya dan menyatakan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat. Oleh karena itu lebih tepat bila mabda ini dinamakan mabda kapitalisme.

Kelahiran mabda ini bermula pada saat kaisar dan raja-raja di Eropa dan Rusia menjadikan agama sebagai alat untuk memeras, menganiaya dan menghisap darah rakyat. Para pemuka agama, waktu itu, dijadikan perisai untuk mencapai keinginan mereka. Maka timbulah pergolakan sengit, yang kemudian membawa kebangkitan bagi para filosof dan cendekiawan. Sebagian mereka mengingkari adanya agama secara mutlak. Sedangkan yang lainnya mengakui adanya agama, tetapi menyerukan agar dipisahkan dari kehidupan dunia. Sampai akhirnya pendapat mayoritas dari kalangan filosof dan cendekiawan itu lebih cenderung memilih ide yang memisahkan agama dari kehidupan, yang kemudian menghasilkan usaha pemisahan antara agama dengan negara. Disepakati pula pendapat untuk tidak mempermasalahkan agama, dilihat dari segi apakah diakui atau ditolak. Sebab, yang menjadi masalah adalah agama itu harus dipisahkan dari kehidupan.

Ide ini dianggap sebagai kompromi antara pemuka agama yang menghendaki segala sesuatunya harus tunduk kepada mereka –dengan mengatasnamakan agama– dengan para filosof dan cendekiawan yang mengingkari adanya agama dan dominasi para pemuka agama. Jadi, ide sekulerisme ini sama sekali tidak mengingkari adanya agama, akan tetapi juga tidak memberikan peran dalam kehidupan. Yang mereka lakukan tidak lain memisahkannya dari kehidupan.

Berdasarkan hal ini, maka aqidah yang dianut oleh Barat secara keseluruhan adalah sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan. Aqidah ini merupakan qaidah fikriyah yang menjadi landasan setiap pemikiran. Di atas dasar inilah ditentukan setiap arah pemikiran manusia dan arah pandangan hidupnya. Berdasarkan hal ini pula, dipecahkan berbagai problematika hidup, lalu ideologi ini dijadikan sebagai qiyadah fikriyah yang diemban dan disebarluaskan oleh dunia Barat ke seluruh dunia.

Aqidah sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan, pada hakekatnya merupakan pengakuan secara tidak langsung akan adanya agama. Mereka mengakui adanya Pencipta alam semesta, manusia, dan hidup, serta mengakui adanya hari Kebangkitan. Sebab, semua itu adalah dasar pokok agama, ditinjau dari keberadaan suatu agama.

Dengan pengakuan ini berarti telah diberikan suatu ide tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia, sebab mereka tidak menolak eksistensi agama. Namun tatkala ditetapkan bahwa agama harus dipisahkan dari kehidupan, maka pengakuan itu akhirnya hanya sekadar formalitas belaka, karena sekalipun mereka mengakui eksistensinya, tetapi pada dasarnya mereka menganggap bahwa kehidupan dunia ini tidak ada hubungannya dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia.

Anggapan ini muncul ketika dinyatakan adanya pemisahan agama dari kehidupan, dan bahwasanya agama hanya sekedar hubungan antara individu dengan Penciptanya saja. Dengan demikian, didalam aqidah sekuler secara tersirat mengandung pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup. Jadi mabda kapitalisme berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas dianggap sebagai suatu mabda sebagaimana mabda-mabda yang lainnya.

Adapun sosialisme, termasuk juga komunisme, dua-duanya memandang bahwa alam semesta, manusia, dan hidup merupakan materi belaka, dan bahwasanya materi menjadi asal dari segala sesuatu. Dari perkembangan dan evolusi materi inilah benda-benda lainnya menjadi ada. Tidak ada satu zat pun yang terwujud sebelum alam materi ini.

Dalam pandangannya, materi itu bersifat azali (tak berawal dan tak berakhir), qadim (terdahulu) dan tidak seorangpun yang mengadakannya –dengan kata lain bersifat wajibul wujud (wajib adanya). Oleh karena itu, penganut ideologi ini mengingkari kalau alam ini diciptakan oleh Zat Yang Maha Pencipta. Mereka mengingkari aspek kerohanian dalam segala sesuatu, dan beranggapan bahwa pengakuan adanya aspek rohani merupakan sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan. Agama dianggap sebagai candu yang meracuni masyarakat dan menghambat pekerjaan. Bagi mereka tidak ada sesuatu yang berwujud kecuali hanya materi, bahkan menurutnya, berpikir pun merupakan cerminan/refleksi dari materi ke dalam otak. Materi adalah pangkal berpikir dan pangkal dari segala sesuatu, yang berproses dan berkembang dengan sendirinya lalu mewujudkan segala sesuatu. Ini berarti mereka mengingkari adanya Sang Pencipta dan menganggap materi itu bersifat azali, serta mengingkari adanya sesuatu sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Yang mereka akui hanya kehidupan dunia ini saja.

Meskipun kedua mabda kapitalisme dan sosialisme ini berselisih pendapat dalam ide dasar tentang manusia, alam, dan hidup, akan tetapi keduanya sepakat bahwa nilai-nilai yang paling tinggi dan terpuji pada manusia adalah nilai-nilai yang ditetapkan oleh manusia itu sendiri. Dan bahwasanya kebahagiaan itu adalah dengan memperoleh sebesar-besarnya kesenangan yang bersifat jasmaniah. Menurut pandangan kedua mabda ini, cara itu adalah jalan untuk mencapai kebahagiaan. Bahkan, itulah kebahagiaan yang sebenarnya. Keduanya juga sependapat dalam memberikan kebebasan pribadi bagi manusia, bebas berbuat semaunya menurut apa yang diinginkannya selama ia melihat dalam perbuatannya itu terdapat kebahagiaan. Maka dari itu tingkah laku atau kebebasan pribadi merupakan sesuatu yang diagung-agungkan oleh kedua mabda ini.

Akan tetapi kedua ideologi tersebut berbeda pandangannya tentang individu dan masyarakat. Kapitalisme adalah mabda individualis, yang berpendapat bahwa masyarakat terbentuk dari individu-individu. Mabda ini tidak memprioritaskan pandangannya terhadap masyarakat secara utuh, namun lebih mengutamakan pandangannya terhadap individu. Oleh karena itu, dalam kapitalisme kebebasan individu harus dijamin. Dan sebagai jaminan atas kemerdekaannya, masing-masing individu bekerja untuk (memelihara eksistensi) masyarakat. Bertolak dari sinilah kebebasan beraqidah (memilih sekehendaknya agama dan kepercayaan) adalah sebagian dari apa yang mereka agung-agungkan, sama halnya dengan kebebasan ekonomi yang mereka bangga-banggakan. Falsafah mabda ini tidak membatasi kebebasan tersebut, akan tetapi negara membatasai dengan menggunakan kekuatan militer dan ketegasan undang-undangnya. Namun demikian negara hanya berfungsi sebagai sarana, bukan tujuan. Untuk itulah, pada akhirnya kekuasaan tetap berada pada individu dan bukan pada negara. Dengan demikian mabda kapitalis mengemban suatu ide yang dijadikan sebagai dasar untuk memimpin bangsa-bangsa (qiyadah fikriyah), yaitu pemisahan antara agama dengan kehidupan. Berdasarkan ideologi inilah kapitalisme menjalankan roda pemerintahan dan peraturan-peraturannya, mempropagandakan, serta berusaha terus-menerus untuk menerapkannya di setiap tempat.

Adapun sosialisme, termasuk komunisme adalah mabda yang memandang masyarakat sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yang terdiri dari manusia dan interaksinya dengan alam. Hubungan ini bersifat mutlak dan pasti, serta mereka tunduk padanya secara mutlak dan otomatis. Kesatuan ini secara keseluruhan merupakan satu bagian yang tak terpisahkan, yang terdiri dari alam, manusia, dan interaksinya, yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Manusia secara individu merupakan bagian dari alam. Faktor ini menonjol pada diri manusia. Manusia tidak akan berkembang tanpa berhubungan dengan aspek ini, atau tanpa tergantung kepada alam. Hubungannya dengan alam merupakan hubungan antar sesama zat. Oleh karena itu, masyarakat dianggap sebagai satu kesatuan yang berkembang secara serempak. Masing-masing berputar mengikuti yang lain sebagaimana berputarnya gigi dalam sebuah roda. Konsekwensinya mereka tidak mengenal istilah kebebasan beraqidah bagi masing-masing individu dan kebebasan ekonomi bagi negara dan masyarakat. Aqidahnya ditentukan berdasarkan kemauan negara, demikian juga halnya dengan ekonomi. Atas dasar inilah negara termasuk salah satu hal yang diagung-agungkan oleh mabda ini. Bertolak dari filsafat materialisme ini lahirlah aturan-aturan kehidupan dan sistem ekonomi. Sistem ekonomi dijadikan sebagai asas yang merupakan manifestasi bagi semua peraturan yang ada.

Mabda sosialisme, termasuk komunisme, mengemban suatu ide yang dijadikan sebagai dasar untuk memimpin bangsa-bangsa, yaitu dialektika materialisme dan evolusi materialisme. Di atas asas inilah mereka menjalankan roda pemerintahan dan peraturan-peraturannya serta mempropagandakan ideologinya dan berusaha untuk menerapkannya di setiap tempat di belahan bumi ini.

Adapun Islam menerangkan bahwa di balik alam semesta, manusia, dan hidup, terdapat Al-Khaliq yang menciptakan segala sesuatu, yaitu Allah SWT. Asas mabda ini adalah keyakinan akan adanya Allah SWT. Aqidah ini yang menentukan aspek rohani, yaitu bahwa manusia, hidup, dan alam semesta, diciptakan oleh Al-Khaliq. Dari sini nampak bahwa hubungan antara alam sebagai makhluk, dengan Allah SWT sebagai Pencipta adalah adalah aspek rohani yang ada pada alam. Tampak pula hubungan antara hidup sebagai makhluk dengan Allah SWT sebagai Pencipta, yang menjadi aspek rohani pada hidup. Demikian pula halnya dengan hubungan manusia sebagai makhluk, dengan Allah sebagai Pencipta, merupakan aspek rohani yang ada pada manusia. Dari sini diketahui bahwa ruh (spirit) adalah kesadaran manusia akan hubungan dirinya dengan Allah SWT.

Iman kepada Allah SWT harus disertai dengan keharusan beriman kepada kenabian Muhammad SAW, berikut risalahnya; juga bahwasanya Al-Quran itu adalah Kalamullah dan harus beriman terhadap seluruh apa yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, aqidah Islam menetapkan bahwa sebelum kehidupan ini ada sesuatu yang wajib diimani keberadaannya, yaitu Allah SWT, dan menetapkan pula iman terhadap alam sesudah kehidupan dunia, yaitu hari Kiamat. Juga bahwasanya manusia dalam kehidupan dunia ini terikat dengan perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya, yang merupakan hubungan kehidupan ini dengan sebelumnya. Manusia terikat pula dengan pertanggungjawaban atas kepatuhannya memenuhi semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya, yang hal ini merupakan hubungan kehidupan dunia dengan sesudahnya.

Setiap muslim harus mengetahui hubungan dirinya dengan Allah pada saat melakukan suatu perbuatan, sehingga seluruh amal perbuatannya relevan dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Inilah yang dimaksud dengan perpaduan antara materi dengan ruh. Di samping itu, tujuan akhir dari kepatuhannya terhadap perintah-perintah Allah SWT dan larangan-larangan-Nya adalah mendapatkan keridlaan-Nya semata. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai oleh manusia dalam pelaksanaan perbuatan adalah tercapainya nilai (kehidupan), yang dihasilkan oleh amal perbuatannya.

Dengan demikian tujuan-tujuan utama untuk menjaga masyarakat bukan ditentukan oleh manusia, akan tetapi berasal dari perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Aturan ini selalu tetap keadaannya, tidak akan berubah atau berkembang. Oleh karena itu, melestarikan eksistensi manusia, menjaga akal, kehormatan, jiwa, pemilikan individu, agama, keamanan dan negara, adalah tujuan-tujuan utama yang fixed, yang tidak akan berubah ataupun berkembang. Untuk menjaganya ditetapkan sanksi-sanksi yang tegas. Maka dibuatlah hukum-hukum yang menyangkut hudud (sanksi) dan uqubat (pidana, hukuman, pelanggaran terhadap peraturan negara) untuk memelihara tujuan-tujuan yang bersifat baku tadi.

Dengan demikian pelaksanaan pemeliharaan tujuan-tujuan ini wajib adanya, karena merupakan perintah-perintah dan larangan-larangan dari Allah SWT, bukan hanya karena menghasilkan nilai-nilai materi (mashlahat dan keuntungan bagi masyarakat dan negara, pent.)

Demikianlah hendaknya setiap muslim dan juga negara dalam menjalankan seluruh aktifitasnya menyesuaikan diri dengan perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya, karena negaralah yang mengatur seluruh urusan rakyat. Dan dengan melaksanakan aktifitasnya sesuai dengan perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya inilah yang melahirkan ketenangan bagi setiap muslim. Dari sini jelaslah bahwa kebahagiaan itu, bukan sekedar memenuhi kebutuhan jasmani dan memperoleh kesenangan semata, melainkan mendapatkan keridlaan Allah SWT.

Sedangkan kebutuhan jasmani dan naluri manusia, Islam telah membuat aturan yang menjamin adanya pemenuhan seluruh kebutuhannya, baik yang menyangkut kebutuhan perut, biologis, rohani, atau kebutuhan lainnya. Namun tidak berarti bahwa pemenuhan sebagian kebutuhan mengeliminir kebutuhan yang lain; atau, mengekang sebagian lalu mengumbar sebagian atau keseluruhannya. Islam menserasikannya dan memenuhi seluruh kebutuhan manusia dengan aturan yang amat rinci dan mendetail, yang akan memungkinkan manusia mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan, serta mencegah terjadinya hal-hal yang dapat menjerumuskannya pada martabat hewani — yaitu pelampiasan naluri tanpa kendali.

Untuk menjamin pengaturan ini, Islam memandang jemaah (masyarakat) secara keseluruhan, tidak terpecah-pecah. Islam memandang bahwa individu merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jamaah. Hanya saja posisi seperti ini tidak identik dengan gerigi dalam roda, melainkan merupakan bagian dari suatu keseluruhan –sebagaimana tangan yang merupakan bagian dari tubuh. Islam memperhatikan individu sebagai bagian dari jamaah, bukan individu yang terpisah. Perhatian ini akan melestarikan eksistensi jamaah. Pada waktu yang bersamaan, Islam juga memperhatikan keberadaan jamaah yang menjadi wadah dan terdiri dari bagian-bagian tertentu, yaitu individu-individu yang ada di dalam jamaah. Perhatian ini dapat melestarikan individu-individu sebagai bagian yang tak terlepas dari jamaah. Rasulullah SAW bersabda:

مَثَلُ القَائِم عَلى حُدُودِ الله وَالرَاقِع فِيها كَمثلِ قَوم اشتَهَمُّوا عَلى سَفِينَةٍ فَأصَابُ بَعضهُم أَعْلاهَا وَبَعْضُهُم أَسْفَلهَا فَكانَ الَّذِينَ في أَسْفَلِهَا اِذَا اسْتَقُوْا مِن اْلماَءِ مرُّوْا عَلى مَنْ فَوْقهُمْ، فَقَالُوْا لَوْ أَنا خَرَقْنَا في نَصِيْبِنَا خَرْقًا وَلَم نُؤْذِ مَنْ فَوْقِنا، فَإِنْ تَرَكُوْهُم وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعًا، وَإِنْ أَخَذُوْا عَلى أَيْدِيْهِمْ نَجُّوْا وَنَجُّوْا جَمِيْعًا

“Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang menumpang kapal. Sebagian dari mereka berada di bagian atas dan yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Lalu mereka berkata: ‘Andai saja kami lubangi (kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami’. Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), akan binasalah seluruhnya. Dan jika dikehendaki dari tangan mereka keselamatan, maka akan selamatlah semuanya”.[ii]

Pandangan Islam tentang hubungan antara jamaah dengan individu inilah yang memberikan persepsi (mafhum) yang khas terhadap masyarakat. Sebab individu-individu –yang merupakan bagian dari jamaah– harus memiliki pemikiran-pemikiran yang menghubungkan antar mereka dan menjadikan kehidupannya berlandaskan ide-ide tersebut. Mereka harus memiliki satu perasaan yang akan mempengaruhi tingkah laku mereka dan mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Mereka harus memiliki pula satu aturan yang dapat memecahkan persoalan-persoalan kehidupan secara keseluruhan. Dari sini masyarakat itu akan terbentuk, yaitu terdiri dari manusia, pemikiran, perasaan, dan peraturan. Manusia dalam kehidupannya selalu terikat dengan pemikiran, perasaan, dan peraturan ini.

Oleh karena itu, bagi seorang muslim segala sesuatu dalam kehidupannya selalu terikat dengan Islam, sehingga tidak memiliki kebebasan mutlak. Aqidah seorang muslim terikat dengan batas-batas Islam dan tidak bebas. Maka murtadnya seorang muslim merupakan tindak pidana besar yang pantas dibunuh apabila tidak segera kembali bertaubat kepada Islam. Dari segi tingkah laku, seorang muslim juga terikat dengan aturan Islam. Atas dasar inilah perbuatan zina merupakan tindak pidana,dan terhadap pelakunya berhak diberikan sanksi tanpa ada perasaan belas kasihan, bahkan hukuman itu diumumkan kepada khalayak, sebagaimana firman Allah SWT:

وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“(Dan) Hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang yang beriman”

(An-Nuur 2).

Begitu pula halnya dengan minum khamr yang termasuk tindakan kriminal, pelakunya pantas mendapatkan hukuman. Penganiayaan terhadap orang lain termasuk tindak pidana yang hukumannya tergantung jenis pelanggaran yang dilakukannya. Misalnya menuduh berbuat zina, membunuh, dan sebagainya.

Aspek ekonomi juga terikat dengan syariat Islam dan sebab-sebab pemilikan yang dibolehkan syara’ untuk individu, serta realitas pemilikan yang merupakan izin dari Syari’ (Allah SWT) untuk memperoleh manfaat suatu benda. Penyimpangan dari batasan-batasan ini termasuk dalam tindak pidana yang hukumannya bisa berbeda tergantung macam penyimpangannya, misalnya mencuri, menjambret, dan sebagainya.

Oleh karena itu harus ada negara yang berkewajiban melindungi jamaah dan individu, serta yang menerapkan peraturan di tengah-tengah masyarakat. Di samping itu diharuskan adanya pengaruh dari mabda (Islam) dalam diri penganutnya, agar pelaksanaan peraturan tersebut dapat terjaga secara normal dari dalam masyarakat itu sendiri. Jadi, mabda-lah yang mengikat dan melindungi, sedangkan negara adalah pelaksananya.

Berdasarkan keterangan ini, maka kedaulatan adalah milik syara’, bukan milik negara atau umat, sekalipun kekuasaan berada di tangan umat, yang secara lahiriyah ada di tangan negara. Dari sini, maka satu-satunya thariqah yang ditempuh dalam menerapkan peraturan adalah melalui negara, di samping menjadikan taqwallah pada individu mukmin sebagai sandaran untuk menerapkan hukum-hukum Islam. Karena itu amat diperlukan adanya peraturan yang harus diterapkan oleh negara; begitu pula halnya dengan nasehat dan dorongan agar individu mukmin menerapkan Islam berdasarkan taqwallah. Jadi, dapat dikatakan bahwa Islam adalah aqidah dan nizham (peraturan); atau dengan kata lain mabda Islam adalah fikrah dan thariqah yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fikrah tersebut.

Peraturan Islam lahir dari aqidah. Sedangkan peradabannya memiliki model dan ciri yang khas dalam kehidupan. Metode Islam dalam pengembangan dakwah adalah diterapkannya Islam oleh negara dan diemban sebagai qiyadah fikriyah ke seluruh dunia. Metode ini harus dijadikan asas untuk memahami dan menerapkan peraturan Islam. Perlu diketahui bahwa penerapan Islam oleh jamaah kaum muslimin yang hidup dalam pemerintahan yang menerapkan hukum Islam, adalah termasuk upaya-upaya menyebarluaskan dakwah Islam; karena penerapan peraturan Islam di tengah-tengah non muslim tergolong metoda dakwah yang bersifat praktis. Dahulu penerapan peraturan Islam telah berhasil memberikan pengaruh dengan gemilang dalam mewujudkan dunia Islam yang wilayahnya sangat luas.

Walhasil, ideologi yang ada di dunia ini ada tiga, yaitu kapitalisme, sosialisme termasuk komunisme, dan Islam. Masing-masing ideologi ini memiliki aqidah yang melahirkan aturan serta mempunyai tolok ukur bagi perbuatan manusia di dalam kehidupan, memiliki pandangan khas terhadap masyarakat dan memiliki metoda tertentu dalam melaksanakan setiap aturannya.

Dari segi aqidah, ideologi komunis memandang bahwa segala sesuatu berasal dari materi yang berkembang dan mewujudkan benda-benda lainnya berdasarkan evolusi. Sedangkan ideologi kapitalis mengharuskan pemisahan agama dari kehidupan. Sebagai akibatnya lahirlah ideologi sekuler, yang memisahkan agama dengan negara. Para kapitalis tidak ingin membahas apakah di sana terdapat pencipta atau tidak. Mereka –baik yang mengakui eksistensi-Nya maupun yang tidak– hanya membahas bahwa tidak ada hak bagi Pencipta untuk campur tangan dalam kehidupan ini. Jadi, sama saja kedudukannya bagi mereka yang mengakui keberadaan Pencipta atau yang mengingkari-Nya, yaitu memisahkan agama dari kehidupan.

Adapun Islam memandang bahwa Allah adalah Pencipta bagi segala sesuatu. Dialah yang mengutus para Nabi dan Rasul dengan membawa agama-Nya untuk seluruh umat manusia; dan bahwa kelak manusia akan di-hisab atas perbuatan-perbuatannya di hari kiamat. Karena itu, aqidah Islam mencakup Iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan hari kiamat, serta qadla-qadar, baik buruknya dari Allah SWT.

Dari segi bagaimana lahirnya peraturan dari aqidah, ideologi komunis memandang bahwa peraturan diambil dari alat-alat produksi. Sebab, pada masyarakat feodal, misalnya, kapaklah yang menjadi alat produksi. Dengan penggunaan kapak ini lalu ditetapkan sistem feodalisme. Apabila masyarakat berkembang menjadi masyarakat kapitalis, maka alat mesinlah yang menjadi sarana produksi. Dengan penggunaan mesin ini terbentuklah sistem kapitalisme. Jadi, peraturan mabda itu diambil dari evolusi materi.

Lain halnya dengan ideologi kapitalis, yang memandang bahwa manusia –karena memisahkan agama dengan kehidupan– harus membuat peraturan sendiri tentang kehidupan. Karenanya, peraturan dalam sistem kapitalis diambil dari realita dan dinamika kehidupan manusia. Dari sinilah masyarakat kapitalis membuat aturannya sendiri.

Sedangkan Islam memandang bahwa Allah SWT telah menentukan bagi manusia suatu aturan hidup untuk dilaksanakan dalam kehidupan ini. Dia mengutus Sayyidina Muhammad SAW guna membawa aturan-Nya untuk disampaikan kepada manusia. Konsekuensinya, kehidupan ini harus dijalankan sesuai dengan aturan tersebut. Oleh karena itu, masyarakat yang telah menerima Islam senantiasa mempelajari persoalan hidup yang selalu berkembang, lalu berijtihad memecahkan masalah yang dihadapinya berdasarkan Al-Quran dan As-Sunah.

Adapun dari segi tolok ukur bagi segala macam perbuatan dalam kehidupan, ideologi komunis memandang bahwa dialektika materialisme –yaitu aturan materialisme– merupakan tolok ukur dalam kehidupan manusia. Dengan berkembangnya aturan materialis, berkembang pula tolok ukurnya. Sedangkan ideologi kapitalis memandang bahwa tolok ukur perbuatan dalam kehidupan adalah ”kemanfaatan”. Dengan asas inilah perbuatan diukur dan ditegakkan. Namun, Islam memandang bahwa tolok ukur perbuatan-perbuatan dalam kehidupan adalah halal dan haram, yakni perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Jadi, yang halal dikerjakan dan yang haram ditinggalkan. Prinsip ini tidak akan mengalami perkembangan maupun perubahan. Islam tidak menjadikan manfaat sebagai tolok ukur, melainkan hanya syara semata.

Dari segi pandangannya terhadap masyarakat, ideologi komunis memandang bahwa masyarakat adalah kumpulan unsur yang terdiri dari tanah, alat-alat produksi, alam, dan manusia. Semua itu merupakan satu kesatuan, yaitu materi. Tatkala alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya berkembang, manusia pun turut berkembang, yang akhirnya menjadikan masyarakat berkembang secara keseluruhan. Oleh karena itu, masyarakat komunis tunduk kepada evolusi materi, sementara manusia harus terus berusaha untuk mempercepat transformasi yang bertolak belakang (antithesa) dengan kehendaknya. Ketika masyarakat berkembang, individu akan turut berkembang pula. Individu akan bergerak dan selalu terikat dengan gerakan masyarakat, seperti putaran gigi pada sebuah roda.

Ideologi kapitalis memandang bahwa masyarakat terdiri dari individu-individu. Apabila urusan individu ini teratur, maka dengan sendirinya urusan masyarakat akan teratur pula. Titik perhatiannya adalah individu-individu saja. Sementara tugas negara adalah bekerja untuk kepentingan individu. Dari sini, ideologi ini disebut juga individualisme.

Sedangkan ideologi Islam memandang bahwa asas tempat masyarakat berpijak adalah aqidah, disamping pemikiran, perasaan, dan peraturan yang lahir dari aqidah. Oleh karena itu apabila pemikiran dan perasaan Islam ini berkembang luas, dan peraturan Islam diterapkan di tengah-tengah rakyat, barulah terbentuk masyarakat Islam. Dengan demikian, mayarakat itu sebenarnya terdiri dari kumpulan manusia, pemikiran, perasaan, dan peraturan.

Islam juga memandang bahwa manusia satu dengan manusia lainnya akan membentuk sebuah jamaah, namun tetap tidak akan membentuk sebuah masyarakat kecuali jika mereka menganut pemikiran, memiliki perasaan, serta diterapkannya peraturan di tengah-tengah mereka. Sebab, yang mewujudkan hubungan sesama manusia adalah faktor kemashlahatan dan bila masyarakat telah menyamakan pemikirannya tentang kemashlahatan, juga perasan mereka, sehingga rasa ridla dan marahnya menjadi sama, ditambah pula adanya penerapan peraturan yang sama, yang mampu memecahkan berbagai macam persoalan, maka terbentuklah hubungan antar sesama anggota masyarakat. Apabila terdapat perbedaan dalam pemikiran masyarakat terhadap kemashlahatan, berbeda perasaannya, berbeda rasa ridla dan marah (benci)nya, berbeda pula peraturan yang digunakan untuk memecahkan persoalan antar manusia, maka tidak akan terdapat hubungan dengan sesama manusia dan tidak akan terbentuk masyarakat. Maka, masyarakat Islam terbentuk dari manusia, pemikiran, perasaan, dan peraturan. Inilah yang mewujudkan adanya hubungan dan yang membuat jamaah itu menjadi sebuah masyarakat yang memiliki ciri khas.

Seandainya seluruh manusia itu muslim, sedangkan pemikiran-pemikiran yang dibawanya adalah kapitalisme-demokrasi, sementara perasaan-perasan yang dibawanya adalah spiritualisme semata (tanpa disertai aturan), atau nasionalisme; sedangkan aturan yang diterapkan adalah aturan kapitalisme-demokrasi, maka masyarakatnya menjadi masyarakat yang tidak Islami sekalipun mayoritas penduduknya adalah orang-orang Islam.

Dilihat dari segi penerapan aturan, ideologi komunis mengajarkan hanya negara adalah satu-satunya institusi yang berhak menerapkan peraturan melalui kekuatan militer dan undang-undang. Negara yang mengatur dan bertanggung jawab terhadap urusan individu dan kelompok masyarakat. Negara pula yang berhak mengubah peraturan.

Sedangkan ideologi kapitalisme memandang bahwa negara adalah pihak yang mengontrol kebebasan. Jika seseorang melanggar kebebasan individu lainnya, maka negara akan mencegah tindakan tersebut. Bahkan keberadaan negara adalah sarana untuk menjamin adanya kebebasan. Akan tetapi jika seseorang tidak mengganggu kebebasan yang lain, sekalipun terdapat intimidasi serta perampasan terhadap hak-haknya, namun ia rela, maka hal itu tidak termasuk dalam kategori tindakan melanggar kebebasan. Dalam hal ini negara tidak akan turut campur. Jadi, terwujudnya negara adalah untuk memberi jaminan agar ada kebebasan.

Lain halnya dengan Islam yang memandang bahwa aturan dilaksanakan oleh setiap individu mukmin dengan dorongan taqwallah yang tumbuh dalam jiwanya. Sementara teknis pelaksanaannya dijalankan oleh negara dengan adil, yang dapat dirasakan oleh jamaah. Juga dengan adanya sikap tolong menolong antara umat dengan negara dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar; serta diterapkannya (peraturan) dengan kekuatan negara. Dalam Islam negaralah yang bertanggungjawab terhadap urusan jamaah. Negara tidak mengurus kepentingan individu, kecuali bagi mereka yang fisiknya lemah (tidak mampu). Selain itu, peraturan Islam tidak mengalami perubahan selamanya, tidak ada evolusi (dalam peraturan). Negara, dalam hal ini Khalifah, memiliki wewenang untuk memilih dan menetapkan hukum-hukum syara’ jika ijtihad dalam satu atau lebih topik hukum menghasilkan beragam pendapat.

Dari sisi lain qiyadah fikriyah Islam tidak bertentangan dengan fitrah manusia, walaupun sangat mendalam tetapi gampang dimengerti, cepat membuka akal dan hati manusia, cepat diterima dan mudah dipahami, untuk mendalami isinya –sekalipun kompleks– dengan penuh semangat dan kesungguhan. Karena memang beragama adalah satu hal yang fitri dalam diri manusia. Setiap manusia menurut fitrahnya cenderung kepada agama. Tidak ada satu kekuatan manapun yang dapat mencabut fitrah ini dari manusia, sebab merupakan pembawaan yang kokoh. Sementara tabi’at manusia merasakan bahwa dirinya serba kurang, selalu merasa bahwa ada kekuatan yang lebih sempurna dibandingkan dirinya yang harus diagungkan. Beragama merupakan kebutuhan terhadap Pencipta Yang Maha Pengatur, yang muncul dari kelemahan manusia dan bersifat alami sejak manusia diciptakan. Jadi, beragama merupakan naluri yang bersifat tetap yang selalu mendorong manusia untuk mengagungkan dan mensucikan-Nya. Oleh karena itu, dalam setiap masa, manusia senantiasa cenderung untuk beragama dan menyembah sesuatu. Ada yang menyembah manusia, menyembah bintang-bintang, batu, binatang, api, dan lain sebagainya. Tatkala Islam muncul di dunia, aqidah yang dibawanya bertujuan untuk mengalihkan umat manusia dari penyembahan terhadap makhluk-makhluk kepada penyembahan terhadap Allah yang menciptakan segala sesuatu.

Akan tetapi ketika muncul ideologi dialektika materialisme, yang mengingkari adanya Allah dan ruh, ternyata ide ini tidak mampu memusnahkan kecenderungan beragama. Ideologi ini hanya bisa mengalihkan pandangan manusia kepada suatu kekuatan yang lebih besar dibanding dirinya dan mengalihkan perasaan taqdis kepada kekuatan besar tersebut. Menurut mereka, kekuatan itu berada di dalam ideologi dan diri para pengikutnya. Mereka membatasi taqdis hanya pada kedua unsur itu. Berarti, mereka telah mengembalikan manusia ke masa silam, masa animisme; mengalihkan penyembahan kepada Allah ke penyembahan makhluk-makhluk-Nya; dari pengagungan terhadap ayat-ayat Allah kepada pengkultusan terhadap doktrin-doktrin yang diucapkan makhluk-makhluk-Nya. Semua ini menyebabkan kemunduran manusia ke masa silam. Mereka tidak mampu memusnahkan fitrah beragama, melainkan hanya mengalihkan fitrah manusia secara keliru kepada kesesatan dengan mengembalikannya ke masa animisme. Berdasarkan hal ini, qiyadah fikriyah-nya telah gagal ditinjau dari fitrah manusia. Malah dengan berbagai tipu muslihat, mereka mengajak orang-orang untuk menerimanya; dengan mendramatisir kebutuhan perut mereka menarik orang-orang yang lapar, pengecut, dan sengsara. Ideologi ini dianut oleh orang-orang yang bermoral bejat, atau yang gagal dan benci terhadap kehidupan termasuk orang-orang sinting yang tidak waras cara berfikirnya agar mereka dapat digolongkan ke jajaran kaum intelektual tatkala mereka mendiskusikan dengan angkuh tentang teori dialektika ini. Padahal kenyataannya, dialektika materialisme paling terlihat kerusakan dan kebathilannya, dan dengan sangat mudah dapat dibuktikan oleh perasaan fitri dan akal sehat.

Supaya manusia tunduk pada ideologi ini, maka dipaksa melalui kekuatan fisik. Maka tekanan, intimidasi, revolusi, menggoyang, merobohkan, dan mengacaukan merupakan sarana-sarana yang penting untuk mengembangkan ideologi tersebut.

Demikian pula qiyadah fikriyah kapitalis bertentangan dengan fitrah manusia, yaitu naluri beragama. Naluri beragama tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an; di samping juga tampak dalam pengaturan manusia terhadap aktivitas hidupnya. Akan tampak perbedaan dan pertentangannya tatkala pengaturan itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan manusia dalam mengatur aktivitasnya. Oleh karena itu, keberadaan agama haruslah dapat mengatur seluruh amal perbuatan manusia dalam kehidupan. Menjauhkan agama dari kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Namun bukan berarti bahwa adanya agama dalam kehidupan menjadikan seluruh amal perbuatan manusia terbatas hanya pada aktivitas ibadah saja. Tetapi arti pentingnya agama dalam kehidupan adalah untuk mengatasi berbagai persoalan hidup manusia sesuai dengan peraturan yang Allah perintahkan. Peraturan dan sistem ini lahir dari aqidah yang mengakui apa yang terkandung dalam fitrah manusia, yaitu naluri beragama.

Menjauhkan peraturan Allah dan mengambil peraturan yang lahir dari suatu aqidah yang tidak sesuai dengan naluri beragama adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Maka dari itu, qiyadah fikriyah kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia. Ia adalah qiyadah fikriyah negatif, yang memisahkan antara agama dengan kehidupan, menjauhkan aktivitas beragama dari kehidupan, menjadikan masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan masalah masyarakat), sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan dari problematika hidup manusia dan pemecahannya.

Qiyadah fikriyah Islam adalah qiyadah fikriyah yang positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman kepada wujud Allah. Qiyadah ini mengarahkan perhatian manusia terhadap alam semesta, manusia, dan hidup, sehingga membuat manusia yakin terhadap adanya Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Di samping itu qiyadah ini menunjukkan kesempurnaan mutlak yang selalu dicari oleh manusia karena dorongan fitrahnya. Kesempurnaan itu tidak terdapat pada manusia, alam semesta, dan hidup. Qiyadah fikriyah ini memberi petunjuk pada akal agar dapat sampai pada tingkat keyakinan terhadap Al-Khaliq supaya ia mudah menjangkau keberadaan-Nya dan mengimani-Nya.

Qiyadah fikriyah komunisme bersandar pada materialisme bukan berdasarkan akal, sekalipun dihasilkan oleh akal, karena ide komunisme menyatakan bahwa materi itu ada sebelum adanya pemikiran (pengetahuan). Disamping itu karena ide ini menjadikan segala sesuatu berasal dari materi. Dengan demikian, ide ini bersifat materialistis. Sedangkan qiyadah fikriyah kapitalisme bersandar pada pemecahan jalan tengah (kompromi) yang dicapai setelah terjadinya pertentangan yang berlangsung hingga beberapa abad di kalangan para pendeta gereja dan cendekiawan Barat yang kemudian menghasilkan pemisahan agama dari negara. Qiyadah fikriyah komunisme dan kapitalisme telah gagal. Sebab, keduanya bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak dibangun berdasarkan akal.

Berdasarkan keterangan tadi, hanya qiyadah fikriyah Islamlah satu-satunya qiyadah fikriyah yang benar, sedangkan qiyadah fikriyah lainnya adalah rusak. Qiyadah fikriyah Islam dibangun berdasarkan akal, amat berbeda dengan qiyadah-qiyadah fikriyah lainnya yang tidak dibangun berlandaskan akal. Di samping itu, qiyadah fikriyah Islam sesuai dengan fitrah manusia, sehingga mudah diterima oleh manusia. Sedangkan qiyadah fikriyah lainnya berlawanan dengan fitrah manusia.

Bukti bahwa qiyadah fikriyah komunisme dibangun berlandaskan materialisme bukan akal adalah karena ideologi ini menyatakan bahwa materi mendahului pemikiran (pengetahuan). Jadi tatkala otak memantulkan materi akan menghasilkan pemikiran; kemudian otak akan memikirkan/mempertimbangkan hakekat materi yang dipantulkan ke otak. Sebelum hal itu terjadi, tentu tidak akan muncul pemikiran. Dengan demikian, segala sesuatu, menurut komunis, haruslah berlandaskan pada materi. Maka dasar aqidah komunisme adalah materi bukan pemikiran. Pendapat di atas adalah salah ditinjau dari dua segi :

Pertama, sebenarnya tidak ada refleksi/pantulan antara materi dengan otak. Otak tidak melakukan refleksi dengan materi. Juga, materi tidak berefleksi dengan otak. Sebab untuk merefleksikan sesuatu dibutuhkan reflektor untuk memantulkan dan memfokuskan, seperti halnya cermin yang memiliki kemampuan untuk memantulkan. Tetapi kenyataannya, hal semacam itu tidak ada, baik di otak maupun pada materinya. Oleh karena itu, tidak ada refleksi antara materi dengan otak secara mutlak. Materi tidak dipantulkan oleh otak dan (gambaran tentang) materi tidak berpindah ke otak. Yang beralih ke otak adalah pencerapan tentang materi (kesannya) melalui panca indera. Hal ini bukan refleksi antara materi dengan otak, dan bukan pula refleksi antara otak dengan materi, melainkan pencerapan tentang materi (melalui panca indera). Tidak ada perbedaan dalam proses tersebut antara mata dengan panca indera yang lainnya. Penginderaan dapat terjadi dengan proses perabaan, penciuman, rasa, pendengaran sebagaimana halnya penginderaan melalui mata. Dengan demikian yang terjadi dari suatu materi bukanlah berupa refleksi terhadap otak, melainkan pencerapan dan penginderaan terhadap (segala) sesuatu. Manusialah yang merasakan segala sesuatu dengan perantaraan panca inderanya, dan materi tidak direfleksikan.

Kedua, sesungguhnya penginderaan saja tidaklah cukup menghasilkan suatu pemikiran. Sebab kalau hanya sampai di situ, yang terjadi hanyalah penginderaan saja terhadap fakta (materi). Penginderaan yang diulang-ulang meskipun sampai satu juta kali, tetap saja hanya menghasilkan penginderaan dan tidak menghasilkan pemikiran sama sekali. Proses tersebut mengharuskan adanya beberapa pengetahuan terdahulu bagi manusia yang akan menginterpretasikan fakta yang diinderanya itu sehingga menghasilkan suatu pengetahuan.

Sebagai contoh kita ambil manusia yang ada sekarang. Manusia, siapapun orangnya apabila diberikan kepadanya buku berbahasa suryani sementara ia tidak memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan bahasa suryani, lalu dibiarkan mencerap tulisan itu baik dengan penglihatan maupun dengan perabaan, diberi kesempatan menginderanya berkali-kali –meskipun sejuta kali– maka ia tetap tidak mungkin mengetahui satu katapun sampai diberikan kepadanya beberapa pengetahuan tentang bahasa suryani dan apa saja yang berkaitan dengan bahasa tersebut. Pada saat itulah ia baru mulai berfikir dengan bahasa tersebut dan mampu memahaminya.

Contoh lain adalah anak kecil yang sudah mampu mengindera, tetapi belum memiliki pengetahuan, kemudian di hadapannya disodorkan sepotong emas, tembaga, dan batu. Lalu dibiarkan inderanya mencerap hal-hal tersebut; maka, ia tidak akan mampu memahaminya sekalipun diulang berkali-kali dengan menggunakan berbagai jenis panca inderanya. Namun jika diberikan kepadanya pengetahuan tentang tiga benda tersebut kemudian ia menginderanya, maka ia akan menggunakan pengetahuan itu sehingga mampu memahami hakekat tiga benda tadi. Anak kecil ini walaupun telah dewasa hingga berumur 20 tahun sedangkan ia belum mendapatkan satu pengetahuan pun maka ia tetap seperti keadaan semula yang hanya mampu mengindera sesuatu tetapi tidak mampu memahaminya sekalipun otaknya berkembang. Sebab, yang menjadikan ia memahami suatu fakta yang diinderanya bukanlah otak melainkan pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh sebelumnya yang diterima oleh otaknya. Hal ini dilihat dari segi proses pengetahuan akal. Adapun dari segi identifikasi yang berupa perasaan, maka hal ini timbul dari naluri dan kebutuhan jasmani manusia. Apa yang terjadi pada hewan, terjadi pula pada manusia. Jika disodorkan secara berulang-ulang buah apel dan batu, ia akan mengerti bahwa apel dapat dimakan, sedangkan batu tidak. Begitu pula halnya dengan keledai ia akan mampu mengidentifikasi bahwa gandum dapat dimakan sedangkan tanah tidak dapat. Akan tetapi proses identifikasi tidak tergolong pemikiran/pemahaman, tetapi berasal dari naluri-naluri dan kebutuhan jasmani, yang ada pada hewan dan ada pula pada manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin pemikiran itu ada kecuali terdapat beberapa pengetahuan yang diperoleh sebelumnya di samping pencerapan terhadap fakta melalui panca indera ke otak.

Berdasarkan hal ini, maka akal, fikr (pemikiran), dan idrak (penalaran), terjadi dengan pencerapan terhadap fakta melalui panca indera ke otak, disertai dengan pengetahuan (informasi) yang diperoleh sebelumnya, yang dapat menjelaskan (hakekat) kenyataan tersebut. Oleh karena itu qiyadah fikriyah komunis jelas-jelas keliru dan rusak; sebab, tidak dibangun berdasarkan akal. Sama rusaknya dengan pengertian mereka tentang pemikiran dan akal.

Demikian pula halnya dengan qiyadah fikriyah kapitalisme yang dibangun berdasarkan jalan tengah antara tokoh-tokoh gereja dengan cendekiawan, setelah sebelumnya terjadi pergolakan dan perbedaan pendapat yang sengit dan berlangsung terus-menerus selama beberapa abad di antara mereka. Jalan tengah itu adalah memisahkan agama dari kehidupan, yakni mengakui keberadaan agama secara tidak langsung, tetapi dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, qiyadah fikriyah ini tidak dibangun atas dasar akal, tetapi dibangun atas dasar persetujuan kedua belah pihak sebagai jalan tengah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemikiran/keputusan yang diambil berdasarkan jalan tengah merupakan hal yang asasi bagi mereka. Mereka mencampuradukkan antara haq dan bathil, antara keimanan dengan kekufuran, cahaya dengan kegelapan; dengan menempuh jalan tengah. Padahal sesungguhnya jalan tengah itu tidak ada faktanya; sebab masalahnya adalah tinggal memilih tindakan yang jelas. Apakah yang haq atau yang bathil, iman ataukah kufur, cahaya ataukah kegelapan. Pemecahan yang berasal dari jalan kompromi yang di atasnya dibangun aqidah dan qiyadah fikriyah mereka, telah menjauhkannya dari kebenaran, keimanan, dan cahaya. Oleh karena itu, qiyadah fikriyah kapitalisme rusak, karena tidak dibangun atas dasar akal.

Adapun qiyadah fikriyah Islam dibangun atas dasar akal yang mewajibkan kepada setiap muslim untuk mengimani adanya Allah, kenabian Muhammad SAW, ke-mukjizatan Al-Quranul Karim dengan menggunakan akalnya. Juga mewajibkan beriman kepada yang ghaib dengan syarat harus berasal dari sesuatu yang dapat dibuktikan keberadaannya dengan akal seperti Al-Quran dan Hadits Mutawatir. Dengan demikian, qiyadah fikriyah ini dibangun atas dasar akal. Hal ini dilihat dari segi akal.

Adapun dari segi fitrah manusia, maka qiyadah fikriyah Islam sesuai dengan fitrah; sebab ia mempercayai adanya agama dan adanya kewajiban merealisasikan agama dalam kehidupan ini serta menjalankan kehidupan sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Beragama sesuai dengan fitrah, karena ia merupakan salah satu naluri yang memiliki reaksi tertentu, yaitu taqdis. Taqdis berlawanan dengan reaksi naluri-naluri lainnya. Reaksi itu merupakan hal yang wajar bagi naluri (beragama). Sebab itu, beriman kepada agama dan wajib menyesuaikan amal perbuatan manusia di dalam kehidupan sesuai dengan perintah dan larangan Allah, merupakan sesuatu yang naluriah, karena ia sesuai dengan fitrah manusia, maka mudah diterima oleh manusia.

Berbeda halnya dengan qiyadah fikriyah komunisme dan kapitalisme. Kedua ideologi ini bertentangan dengan fitrah manusia. Karena qiyadah fikriyah komunisme mengingkari adanya agama secara mutlak bahkan menentang pengakuan akan adanya agama, maka ia bertentangan dengan fitrah manusia. Sedangkan qiyadah fikriyah kapitalisme, tidak mengakui keberadaan dan peranan agama namun tidak pula mengingkarinya. Malahan tidak menjadikan pengakuan atau pengingkaran terhadap agama sebagai sesuatu yang penting; hanya saja qiyadah fikriyah tersebut mengharuskan pemisahan agama dari kehidupan. Karenanya qiyadah kapitalisme menghendaki perjalanan hidup (manusia) berlandaskan manfaat belaka yang hal itu tidak ada hubungannya dengan agama. Dari sini jelaslah bahwa qiyadah fikriyah kapitalisme bertentangan dengan fitrah manusia.

Berdasarkan hal ini hanya qiyadah fikriyah Islamlah yang cocok bagi manusia karena kesesuaiannya dengan fitrah dan akal manusia. Selain dari qiyadah fikriyah Islam, adalah bathil (salah). Hanya qiyadah fikriyah Islamlah yang benar dan hanya satu-satunya yang akan berhasil (dalam mengatur kehidupan manusia).

Tinggal satu masalah lagi, yaitu apakah kaum muslimin pernah menerapkan sistem Islam? Ataukah mereka hanya memeluk aqidah Islam sementara mereka menerapkan peraturan dan hukum-hukum lain? Jawabnya adalah bahwa umat Islam, sepanjang sejarah, tidak menerapkan selain Islam sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 1336 H (1918 M), yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islamiyah yang terakhir ke tangan penjajah. Saat itu penerapan sistem Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, bahkan negara berhasil menerapkannya dengan sangat gemilang.

Akan halnya yang menunjukkan bahwa kaum muslimin telah menerapkan sistem Islam secara nyata karena sesungguhnya yang menerapkan peraturan adalah negara. Sedangkan yang menerapkannya didalam negara adalah dua badan. Pertama, Al-Qadli, yaitu hakim yang mengadili berbagai macam perselisihan ditengah-tengah masyarakat. Kedua, Al-Hakim, yaitu penguasa yang memimpin rakyat.

Mengenai Qadli, telah sampai kepada kita melalui riwayat yang mutawatir (pasti kebenarannya) bahwa para Qadli inilah yang menyelesaikan berbagai macam perselisihan ditengah-tengah masyarakat sejak masa Rasulullah SAW hingga berakhirnya kekhilafahan di Istambul. Mereka menyelesaikannya berdasarkan hukum-hukum syara’ yang agung dalam seluruh aspek kehidupan, baik di antara kaum muslimin sendiri maupun rakyat yang berbeda agamanya. Sedangkan pengadilan yang menyelesaikan seluruh persengketaan, baik yang berkenaan dengan hak-hak umum, perkara pidana, perkara perdata, dan lain sebagainya, adalah bentuk pengadilan tunggal yang hanya menerapkan syari’at Islam. Tidak ada seorang sejarawan pun memberitakan bahwa satu perkara pernah dipecahkan dengan selain hukum Islam; atau, satu mahkamah di suatu negeri Islam pernah memberlakukan hukum selain hukum Islam.

Keadaan ini terjadi tentu saja sebelum pengadilan dipisahkan menjadi pengadilan agama dan pengadilan sipil sebagai akibat pengaruh penjajahan. Bukti terdekat mengenai hal ini dapat dilihat melalui berbagai dokumen mahkamah syari’at yang tersimpan di beberapa kota tua seperti Al-Quds (Yerusalem), Baghdad, Damaskus, Mesir, Istambul, dan lain sebagainya. Hal ini merupakan bukti yang meyakinkan bahwasa hanya syari’at Islam sajalah yang diterapkan oleh para Qadli. Sampai-sampai orang-orang non muslim dari kalangan Nashrani dan Yahudi mempelajari fiqih Islam dan mengarang dalam bidang ini, sepeti Salim Al Baz yang mensyarah majalah Al Ahkam al Adliyah (yang menjelaskan undang-undang di masa pemerintahan Utsmaniyah, pent.) dan lain-lainnya, yang mengarang beberapa buku dalam fiqih Islam di masa-masa terakhir ini.

Adapun masuknya undang-undang Barat ke negeri Islam, disebabkan adanya fatwa ulama yang berpendapat bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Di antara hukum-kukum tersebut antara lain Qanun al Jazaa al Utsmani (UU pidana pemerintahan Utsmaniah) tahun 1275 H (1857 M), Qanun al Huquuq wat Tijaarah (UU keuangan dan perdagangan) tahun 1276 H (1858 M). Kemudian pada tahun 1288 H (1870 M) mahkamah pengadilan terbagi menjadi dua, yaitu mahkamah Syari’ah (pengadilan agama) dan mahkamah Nizhamiah (pengadilan sipil) yang kemudian dibuat undang-undangnya. Pada tahun 1295 H (1877 M) dibuat peraturan tentang pembentukan mahkamah Sipil (badan dan strukturnya). Terakhir pada tahun 1296 H dibuat undang-undang mengenai tata cara pengadilan yang menyangkut hak-hak (keuangan) dan hukum pidana.

Pada saat itu para ulama tidak mendapatkan suatu dasar hukum syara’ untuk memasukkan undang-undang sipil Barat ke negara Islam; sehingga diterbitkan majalah Al Ahkam al Adliyah sebagai undang undang mu’amalah (tata cara dagang, pemilikan tanah, pidana, dan lain-lain), sementara undang-undang sipil Barat dapat dihindari. Ini terjadi pada tahun 1286 H. Undang-undang itu dibuat sedemikian rupa seolah-olah hukum-hukum itu diperbolehkan dalam Islam. Namun hal itu tetap tidak berlaku kecuali setelah negara mendapatkan fatwa yang memperbolehkannya dan setelah diizinkan oleh Syaikhul Islam untuk melaksanakannya, sebagaimana yang tegambar dalam surat-surat resmi yang telah dikeluarkan.

Meskipun penjajah sejak tahun 1918 M, atau sejak pendudukan terhadap negeri (Islam) mulai mengambil alih masalah penyelesaian persengketaan yang menyangkut hak-hak dan hukum pidana berlandaskan selain hukum-hukum Syari’at Islam, akan tetapi bagi negeri-negeri yang tidak dijajah dengan cara militer walaupun tetap mereka kontrol, ternyata negeri-negeri tersebut masih tetap melaksanakan hukum Islam, seperti misalnya negeri-negeri Hijaz, Nejd, Kuwait yang menjadi bagian Jazirah Arab. Begitu pula Afghanistan yang masih menerapkan Islam dalam bidang pengadilan dan sampai kini tetap masih menjalankan hukum syari’at Islam[iii], sekalipun para penguasa di negeri ini (Afghanistan) tidak melaksanakan hukum Islam. Oleh karena itu, kita melihat bahwa Islam telah diterapkan (oleh negara) dalam pengadilan dan tidak diterapkan selain Islam di seluruh masa oleh Daulah Islamiyah.

Mengenai penerapan penguasa terhadap hukum syari’at Islam, maka sesungguhnya penerapan ini mencakup lima bidang, yaitu hukum-huklum syara’ yang berkaitan dengan masalah (1) Sosial (yang mengatur interaksi pria dan wanita), (2) Ekonomi, (3) Pendidikan, (4) Politik luar negeri, dan (5) Pemerintahan.

Hukum-hukum yang menyangkut kelima bagian ini telah diterapkan oleh Daulah Islam sejak dulu. Sistem sosial yang mengatur hubungan antara pria dan wanita, dan apa-apa yang dihasilkan dari hubungan tersebut, yaitu yang dinamakan hukum acara perdata, terbukti masih tetap berlaku hingga kini, sekalipun penjajahan masih merajalela dan hukum-hukum kufur masih terus diterapkan, dan ternyata sampai saat ini tidak pernah diterapkan selain syari’at Islam dalam bidang perdata. Adapun sistem ekonomi, penerapannya mencakup dua segi. Pertama, bagaimana negara mengumpulkan harta dari rakyat untuk mengatasi persoalan masyarakat, dan yang kedua, bagaimana cara mendistribusikannya. Untuk persoalan pertama, antara lain negara mengambil kewajiban zakat atas harta yang dimiliki baik berupa uang, tanah, hasil pertanian, atau ternak, dengan menganggapnya sebagai ibadah. Dan dari persoalan ini, harta tersebut dibagikan hanya kepada delapan ashnaf yang tercantum dalam Al-Quran dan tidak digunakan untuk urusan administrasi negara. Sementara untuk urusan administrasi dan urusan umat, negara mengumpulkan harta hanya beradasarkan syari’at Islam saja. Negara tidak pernah menerapkan sistem perpajakan melainkan hanya menerapkan sistem ekonomi Islam, antara lain mengambil pungutan kharaj atas tanah, jizyah dari rakyat non muslim, bea cukai yang dipungut karena negara bertanggung jawab mengatur perdagangan luar dan dalam negeri. Yang jelas perolehan semua pemasukan harta tidak pernah dilakukan kecuali sesuai dengan hukum syari’at Islam.

Akan halnya dengan distribusi harta/ anggaran belanja, ternyata negara pernah menerapkan hukum-hukum nafkah kepada pihak yang lemah (tidak mampu) dan larangan mengurus harta terhadap orang-orang idiot dan berprilaku mubazir, lalu negara mengangkat orang yang bisa mengaturnya. Di samping itu banyak tempat-tempat (rumah makan) yang didirikan di setiap kota dan rute perjalanan (yang dilalui) jamaah haji untuk memberi makan fakir, miskin, dan ibnu sabil. Bekas-bekas (peninggalan)nya masih bisa dijumpai sampai sekarang di beberapa ibukota negeri Islam. Ringkasnya, distribusi harta dari negara dilakukan berdasarkan syari’at Islam dan bukan yang lain. Apabila kita menyaksikan (dalam sejarah) adanya kelalaian negara dalam mendistribusikan harta, maka hal itu semata-mata ‘kurang perhatian’ dan kekeliruan dalam penerapan, dan bukan berarti hukum-hukum yang menyangkut hal ini tidak diterapkan sama sekali.

Adapun sistem pendidikan, terbukti bahwa strategi pendidikan yang digunakan selalu dibangun berlandaskan Islam. Dalam hal ini, kebudayaan Islam merupakan asas bagi kurikulum pendidikan. Sedangkan kebudayaan asing senantiasa diawasi dan tidak diambil apabila bertentangan dengan Islam. Kalaupun ada kelalaian negara dalam membuka sekolah-sekolah, hal itu hanya terjadi pada masa-masa terakhir Daulah Utsmaniyah, dan tidak terbatas pada negeri-negeri tertentu melainkan seluruh negeri-negeri Islam, akibat kemerosotan berpikir yang mencapai klimaksnya saat itu. Sedangkan pada masa-masa sebelum itu, sungguh sangat terkenal di seluruh dunia, bahwa negeri-negeri Islamlah satu-satunya yang menjadi pusat perhatian para cendekiawan dan kaum terpelajar. Perguruan-perguruan tinggi seperti yang terdapat di Cordova, Baghdad, Damaskus, Iskandariah dan Kairo, memiliki pengaruh yang amat besar dalam menentukan arah pendidikan di dunia.

Begitu pula halnya dengan politik luar negeri, selalu dibangun berlandaskan Islam. Negara Islam telah menentukan hubungannya dengan negara-negara lain hanya berdasarkan Islam. Seluruh negara di dunia saat itu melihatnya sebagai sebuah Negara Islam. Seluruh hubungan luar negeri Negara dibangun atas dasar Islam dan kemashlahatan kaum Muslimin dalam kedudukannya sebagai pemeluk agama Islam. Kenyataan bahwa politik luar negeri Negara Islam selalu berlandaskan politik Islam adalah suatu hal yang sangat terkenal di seluruh dunia tanpa perlu dibuktikan lagi.

Mengenai sistem pemerintahan, jelas sekali bahwa struktur negara di dalam Islam terdiri dari tujuh bagian, yaitu:

(1) Khalifah, sebagai kepala negara,

(2) Mu’awin Tafwidl, sebagai pembantu Khalifah yang berkuasa penuh. Dan Mu’awin Tanfidl, sebagai pembantu Khalifah dalam urusan administrasi

(3) Wali (gubernur),

(4) Qadli (hakim)

(5) Amirul Jihad dan Angkatan Bersenjata,

(6) Aparat Administrasi,

(7) Majlis Ummat

Struktur seperti ini sesungguhnya selalu ada dalam sejarah Islam. Kaum muslimin belum pernah melewati satu masa pun, tanpa hadir di tengah-tengah mereka seorang Khalifah. Kecuali tentu saja setelah para penjajah kafir menghapuskan sistem Khilafah dengan memperalat Kemal Ataturk pada tahun 1342 H yang bertepatan dengan tahun 1924 M. Sebelum itu, kaum muslimin selalu dipimpin oleh seorang Khalifah. Belum pernah terjadi kekosongan seorang Khalifah tanpa disertai adanya Khalifah lain sebagai penggantinya, bahkan pada masa-masa kemundurannya.

Apabila seorang Khalifah diangkat, maka saat itu terbentuk Daulah Islamiyah. Sebab, kekuasaan Daulah Islamiyah berada di tangan Khalifah itu sendiri. Mengenai Mu’awin Tafwidl dan Mu’awin Tanfidz, mereka selalu ada di seluruh masa. Kedudukan mereka sebagai pembantu dan pelaksana, bukan sebagai Wuzaraa (kabinet). Kalaupun ada sebutan Wazir, yang terjadi pada masa Abbasiah, mereka tetap sebagai pembantu. Sama sekali tidak terdapat ciri-ciri kementerian seperti yang ada dalam sistem demokrasi. Kedudukan mereka hanya sebagai pembantu Khalifah dalam urusan pemerintahan dan administrasi negara, sedangkan wewenang kekuasaan secara keseluruhan berada di tangan Khalifah.

Adapun para Wali, Qadli, dan Aparat Administrasi, jelas sekali bahwa eksistensi mereka selalu ada. Bahkan tatkala para penjajah kafir menduduki negeri-negeri Islam, urusan pemerintahan masih berlangsung dan dijalankan oleh para Wali, Qadli dan aparat administrasi, sehingga keberadaan mereka tak perlu memerlukan bukti lagi.

Akan halnya angkatan bersenjata, yang urusan administrasinya diatur oleh Amirul Jihad, kedudukannya sebagai pasukan Islam. Pada saat itu berkembang opini umum di seluruh dunia bahwa pasukan Islam adalah pasukan yang tidak mungkin terkalahkan.

Tentang Majlis Ummat, yang fungsinya sebagai majlis syura, sepeninggal masa Khulafaur Rasyidin tidak lagi diperhatikan. Hal ini karena Syura, sekalipun termasuk salah satu struktur negara, tetapi bukan termasuk bagian dari pilar bangunan negara Islam. Syura hanya merupakan salah satu hak rakyat terhadap para penguasa. Apabila penguasa tidak meminta pendapat dari rakyat (dalam berbagai urusan), berarti penguasa itu telah melakukan suatu kelalaian. Sekalipun demikian pemerintah itu tetap merupakan pemerintah Islam. Sebab, musyawarah yang dilakukan hanya merupakan forum pengambilan pendapat, bukan untuk menetpkan kebijaksanaan negara. Tentu hal ini berbeda dengan peranan parlemen pada sistem demokrasi. Dari sini jelaslah bahwa sistem pemerintahan Islam pernah diterapkan di sepanjang sejarahnya.

Satu hal yang perlu dicatat mengenai pembai’atan Khalifah bahwa yang pasti dalam sejarah khilafah tidak pernah ada sistem ”putera mahkota”. Dengan kata lain pewarisan tahta tidak pernah dilakukan sebagai hukum yang ditetapkan di dalam negara –yakni untuk mengangkat kepala negara– secara otomatis, seperti yang berlaku pada sistem Kerajaan. Yang ditetapkan menjadi hukum untuk melegalisasi kekuasaan di dalam Daulah Islamiyah adalah bai’at. Tentang pelaksanaan bai’at ini pada masa-masa tertentu diambil dari umat secara langsung (pada masa Khulafaur Rasyidin), sedangkan pada masa yang lain melalui ahlul halli wal ‘aqdi (di masa pemerintahan Abbasiah), bahkan pernah juga diambil dari satu orang saja yaitu Syaikhul Islam pada masa kemunduran umat (akhir masa Khilafah Utsmaniyah). Meskipun begitu di sepanjang masa Daulah Islamiyah, seorang Khalifah selalu diangkat melalui bai’at. Khalifah tidak pernah diangkat dengan cara pewarisan tahta (sistem putera mahkota) tanpa adanya bai’at sama sekali. Tidak ada satupun riwayat atau peristiwa yang menunjukkan bahwa Khalifah pernah diangkat dengan cara pewarisan kekuasaan tanpa melalui bai’at.

Meskipun demikian memang pernah didapati cara keliru dalam pengambilan bai’at. Ada sebagian Khalifah yang mengambil bai’at dari rakyat pada saat ia masih hidup untuk anaknya, atau saudaranya, keponakannya, atau salah seorang anggota keluarganya. Setelah itu bai’at ini baru diulangi lagi untuk orang yang ditunjuk setelah Khalifah meninggal. Pelaksanaan seperti ini menunjukkan adanya penyalahgunaan dalam penerapan bai’at; dan bukan menunjukkan pengakuan adanya sistem pewarisan tahta atau putera mahkota. Sama halnya dengan penyalahgunaan yang terjadi pada tata cara ”pemilu” untuk memilih anggota Majlis Perwakilan Rakyat dalam sistem demokrasi, yang prosesnya tetap disebut sebagai pemilihan dan bukan sebagai penunjukan, sekalipun yang menang dalam pemilu adalah orang-orang yang dikehendaki oleh pemerintah. Dari seluruh penjelasan di atas dapatlah kita lihat bahwa sistem Islam benar-benar telah diterapkan secara nyata dan tidak pernah sekali pun pada seluruh masa Daulah Islamiyah diterapkan sistem selain sistem Islam.

Adapun keberhasilan gemilang qiyadah fikriyah Islam secara nyata dapat dilihat sebagai keberhasilan yang tiada bandingannya, terutama dalam dua hal berikut ini:

Pertama, kenyataan bahwa qiyadah fikriyah Islam berhasil mengubah bangsa Arab secara keseluruhan dari taraf pemikiran yang sangat rendah, dan dari kegelapan yang selalu diliputi oleh fanatisme kesukuan dan alam kebodohan yang sangat, menjadi suatu era kebangkitan berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya Islam, yang bahkan tidak hanya untuk bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh dunia.

Umat Islam telah memainkan peranan penting dalam membawa Islam ke seluruh pelosok dunia, sehingga mampu menguasai Persia, Iraq, Syam, Mesir, dan Afrika Utara. Pada waktu itu masing-masing bangsa memiliki ras, etnik, dan suku-suku yang saling berlainan dengan bangsa-bangsa lainnya. Juga dalam hal bahasa. Suku bangsa Persia, misalnya, berbeda dengan suku bangsa Romawi di Syam, berbeda pula dengan suku Qibthi di Mesir, berlainan pula dengan suku Barbar (Orang-orang Moor) yang ada di Afrika Utara. Demikian pula halnya dengan adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan, dan agamanya, masing-masing saling berlainan. Namun tatkala mereka hidup di bawah naungan pemerintahan Islam, kemudian memahami Islam, pada akhirnya mereka berduyun-duyun masuk Islam secara keseluruhan. Jadilah mereka sebagai umat yang satu, yaitu umat Islam. Oleh karena itu, keberhasilan qiyadah fikriyah Islam dalam mempersatukan bangsa-bangsa dan suku-suku yang ada, merupakan keberhasilan cemerlang dan tiada duanya. Padahal waktu itu sarana transportasi dalam aktivitas penyebarlusan dakwah hanya menggunakan unta, sedangkan media penyebarannya melalui lisan dan pena.

Akan halnya Futuhat, yaitu penaklukan terhadap negeri-negeri lain, sesungguhnya hal itu dilakukan tidak lain untuk menghapus kekuatan dengan kekuatan, mendobrak penghalang yang bersifat fisik sehingga manusia terbebas dari berbagai tekanan agar mudah dibimbing oleh akalnya, dan ditunjuki fitrahnya. Sehingga pada gilirannya, banyak di antara mereka akhirnya memeluk agama Allah secara berbondong-bondong.

Berbeda dengan model penaklukan yang keji, yang selalu menjauhkan negara/bangsa penakluk dengan negara/bangsa yang ditaklukan, menjauhkan pihak yang menang dengan pihak yang kalah. Bukti konkrit dalam hal ini adalah penjajahan Barat terhadap negeri-negeri Timur selama puluhan tahun, walaupun pada akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Kalau tidak karena pengaruh kebudayaan mereka yang menyesatkan itu yang (insya-Allah) akan dimusnahkan, plus tekanan dari para penguasa bayaran –yang juga pasti akan dilenyapkan– tentulah kembalinya negeri-negeri tersebut ke pangkuan Islam, baik dilihat dari segi prinsip maupun peraturan-peraturannya, adalah perkara yang mudah dicapai secepat kedipan mata.

Kembali kepada masalah yang tadi dikatakan bahwa keberhasilan qiyadah fikriyah Islam dalam hal mempersatukan bangsa-bangsa di dunia adalah keberhasilan yang tiada bandingannya. Terbukti bangsa-bangsa tersebut hingga kini masih tetap mempertahankan ke-Islamannya sekalipun terdapat ancaman, kejahatan, serta tipu daya kolonialisme dalam menghancurkan aqidah umat dan meracuni pikiran mereka. Bangsa-bangsa tersebut tetap akan mempertahankan kedudukannya sebagai suatu umat Islam sampai hari Kiamat nanti. Tidak pernah sekali pun terjadi, suatu bangsa yang telah memeluk Islam kemudian keluar (murtad) dari Islam.

Mengenai keadaan kaum muslimin di Andalusia, sesungguhnya mereka telah dimusnahkan melalui mahkamah-mahkamah inquisisi dengan cara dibakar, dieksekusi dengan hukuman penggal leher. Begitu pula kaum muslimin di daerah Bukhara, Kaukasus dan Turkistan telah ditimpa cobaan besar seperti halnya yang dialami oleh umat-umat terdahulu. Masuknya bangsa-bangsa tersebut ke dalam Islam, kelestariannya sebagai umat yang satu, dan kerasnya mereka dalam mempertahankan aqidah, menggambarkan sejauh mana keberhasilan qiyadah fikriyah ini, dan betapa berhasilnya Daulah Islamiyah dalam menerapkan sistem Islam.

Kedua, hal lain yang menunjukkan keberhasilan qiyadah fikriyah Islam adalah bahwa umat Islam telah menjadi umat yang terkemuka di dunia dalam bidang hadlarah (peradaban), madaniyah (kemajuan infrastruktur dan teknologi), kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Daulah Islamiyah telah menjadi negara terbesar dan terkuat di dunia selama 12 abad, yaitu dari abad ke-6 sampai pertengahan abad ke-18 M. Daulah Islamiyah merupakan satu-satunya kebanggaan dunia, seperti matahari yang memancarkan sinarnya sebagai penerang bagi umat lain di sepanjang kurun tersebut. Fakta ini adalah bukti lain yang memperkuat sejauh mana keberhasilan qiyadah fikriyah Islam dan betapa berhasilnya Islam menerapkan undang-undang dan aqidahnya atas umat manusia. Namun tatkala Daulah dan umat Islam ini melepaskan tugas mengemban qiyadah fikriyah Islam, ketika mereka tidak lagi mementingkan dakwah Islam, dan melalaikan tugas memahami dan menerapkan Islam, pada saat itulah Daulah dan umat ini kendur semangatnya, sehingga tidak lagi memiliki kedudukan terkemuka di antara umat-umat lain.

Oleh karena itu perlu ditegaskan lagi bahwa qiyadah fikriyah Islamlah satu-satunya qiyadah yang benar dan satu-satunya yang wajib diemban ke seluruh dunia. Dan apabila Daulah Islamiyah yang mengemban qiyadah fikriyah ini muncul dan memainkan perananannya kembali, tentu keberhasilan qiyadah fikriyah saat ini akan seperti keberhasilannya pada masa yang lalu.

Sudah dikatakan di atas bahwa Islam sesuai dengan fitrah manusia dalam berbagai sistem dan peraturan yang terpancar darinya. Dalam hal ini, manusia tidak dianggap sebagai mesin robot yang bergerak sesuai dengan program, dan menerapkan peraturan tanpa ada perbedaan satu sama lain dalam hal tingkah laku sesuai dengan ukuran dan data-data yang telah diprogram. Islam menganggap manusia sebagai makhluk sosial yang menerapkan peraturan dan mempunyai tingkat karakter dan kemampuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, wajarlah kalau Islam dari satu sisi berusaha untuk saling mendekatkan martabat manusia dan tidak menyamaratakan, dengan menjamin ketenteraman bagi semua pihak (rakyat). Pada sisi lain, dan ini merupakan pokok pembahasan sekarang, bahwa dengan anggapan seperti ini ada saja individu-individu yang melanggar penerapan aturan sehingga menyimpang dari Islam. Lumrah apabila ada saja individu-individu yang tidak mentaati peraturan atau melalaikannya. Wajar apabila dalam masyarakat Islam juga ada orang-orang fasik (berbuat maksiat), fajir (berbuat keji), ada pula orang-orang kafir dan munafik, serta orang-orang murtad bahkan atheis. Akan tetapi patokan sebuah masyarakat adalah masyarakat secara keseluruhan dilihat dari aspek individu yang memiliki pemikiran, perasaan dan peraturan. Masyarakat itu dapat dianggap sebagai masyarakat Islam yang menerapkan Islam, apabila tiga hal di atas tadi diwarnai oleh Islam.

Sebagai bukti kebenaran hal ini, adalah tidak mungkin seorang pun menerapkan suatu peraturan seperti apa yang telah dilakukan Rasulullah SAW dalam menerapkan peraturan Islam. Sekalipun demikian, pada masa Rasulullah SAW pun terdapat orang-orang kafir, munafik, fasik, fajir, murtad dan bahkan atheis. Namun demikian, tak seorang pun bisa berpendapat lain kecuali mengatakan secara pasti: ‘‘Sesungguhnya Islam pada waktu itu telah diterapkan dengan sempurna dan masyarakat yang ada adalah masyarakat Islam”. Namun penerapan ini dilakukan terhadap manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, bukan sebagai robot.

Dengan demikian hanya Islamlah satu-satunya yang telah diterapkan terhadap umatnya secara keseluruhan –baik bangsa Arab maupun non Arab– sejak Nabi SAW menetap di Madinah sampai masa penjajahan yang telah menduduki negeri-negeri Islam, kemudian sistem Islam diganti dengan sistem kapitalis.

Berdasarkan hal ini terbukti bahwa Islam telah diterapkan secara nyata sejak tahun pertama Hijriyah hingga tahun 1336 H (1918 M). Sepanjang masa itu, umat Islam tidak pernah menerapkan peraturan apa pun selain Islam. Bahkan tatkala kaum muslimin telah menerjemahkan berbagai jenis filsafat, ilmu pengetahuan dan kebudayaan asing yang beraneka ragam ke dalam bahasa Arab, namun mereka sama sekali tidak menerjemahkan hukum, undang-undang maupun peraturan dari suatu bangsa mana pun –baik untuk dipraktekkan atau pun untuk dipelajari. Hanya saja, Islam dalam kedudukannya sebagai suatu peraturan, kadang-kadang diterapkan oleh kaum muslimin dengan sempurna, kadang-kadang disalahgunakan, tergantung pada kuat dan lemahnya negara Islam, dalam dan dangkalnya pemahaman tentang Islam, juga gesit dan lambannya dalam mengembangkan qiyadah fikriyah Islam. Oleh sebab itu, buruknya penerapan Islam di sebagian masa telah menjadikan masyarakat Islam mengalami kemunduran demi kemunduran. Hal ini merupakan hal yang wajar terjadi pada setiap sistem mana pun. Sebab, penerapan itu tergantung pada manusianya.

Hanya saja perlu dicatat bahwa buruknya penerapan Islam bukan berarti bahwa sistem Islam tidak pernah diterapkan, bahkan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa sistem Islam pernah diterapkan selama berabad-abad. Belum pernah di sepanjang sejarahnya diterapkan baik ideologi maupun sistem peraturan, selain Islam. Sebab, yang menjadi patokan dalam penerapan dimaksud adalah undang-undang dan peraturan-peraturan yang dilaksanakan oleh negara. Sedangkan Daulah Islamiyah dalam kenyataannya tidak pernah mengambil suatu peraturan dan undang-undang apapun selain Islam. Kalaupun ada sesuatu yang terjadi tidak lebih merupakan buruknya penerapan sebagian peraturan Islam oleh sebagian para penguasa. Satu hal yang selayaknya mendapat kejelasan ialah bahwa ketika kita hendak memproyeksikan penerapan Islam dalam sejarah, kita harus memperhatikan dua hal berikut ini:

Pertama, hendaknya kita tidak mengambil sejarah dari musuh-musuh Islam, terutama mereka yang sangat membenci Islam, tetapi kita hanya mengambilnya dari kalangan Islam sendiri setelah diseleksi secara kritis dan teliti, sehingga kita tidak sampai mendapatkan gambaran yang buruk. Kedua, kita tidak boleh menggunakan analogi umum (menggeneralisasi) tentang sebuah masyarakat dari sudut sejarah perorangan, atau menitikberatkan sejarah hanya pada satu sisi/bagian dari sebuah masyarakat. Adalah keliru apabila kita menggambarkan masa pemerintahan Bani Umayyah dengan hanya memfokuskan sejarah Khalifah Yazid, misalnya. Atau, menggambarkan masa pemerintahan Bani Abbas dengan hanya mengambil sebagian peristiwa dan tingkah laku para Khalifah-nya. Demikian pula kita tidak boleh mencap masyarakat pada masa pemerintahan Bani Abbas dengan hanya membaca kitab Al Aghani yang dikarang untuk menceritakan tingkah laku para biduan, para pemabuk, penyair dan sastrawan; atau dengan membaca buku-buku tashawwuf dan buku-buku yang sejenisnya. Sehingga kita menyimpulkan bahwa masa itu adalah masa kefasikan dan kenistaan, atau masa zuhud dan uzlah. Hendaknya kita meneliti keadaan masyarakat secara menyeluruh.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sejarah masyarakat Islam tidak pernah ditulis dalam periode manapun. Yang ada hanyalah cerita-cerita tentang para penguasa (khalifah) dan sebagian para pejabatnya. Itu pun bukan ditulis oleh orang-orang layak dipercaya. Pada umumnya mereka itu, kalau tidak para pencela, pasti para pemuja sehingga tidak satupun yang dapat diterima riwayatnya.

Dengan demikian tatkala kita mempelajari masyarakat Islam dengan bertolak dari pandangan seperti ini, yaitu dengan mempelajarinya secara kritis dan teliti dari seluruh aspek, tentu akan kita dapati bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat yang terbaik dibandingkan dengan masyarakat yang pernah ada di dunia; karena memang demikianlah keadaannya pada abad pertama, kedua, ketiga, lalu berlanjut pada abad-abad berikutnya hingga pertengahan abad ke-12 Hijriyah. Akan kita jumpai bahwa masyarakat telah menerapkan Islam di sepanjang sejarahnya sampai berakhirnya masa Daulah Utsmaniyah yang merupakan Daulah Islamiyah.

Yang patut diperhatikan juga ialah bahwa sejarah itu tidak boleh dijadikan sebagai sumber rujukan bagi peraturan dan fiqih. Peraturan hanya diambil dari sumber-sumber fiqih, bukan dari sejarah, sebab sejarah bukanlah sumber fiqih. Sebagai contoh apabila kita hendak memahami sistem komunis, maka kita tidak dapat mengambilnya dari sejarah Rusia akan tetapi mengambilnya dari buku-buku ideologi komunis. Begitu pula jika kita hendak mengetahui perundang-undangan Inggris, maka kita tidak bisa mengambilnya dari sejarah Inggris, akan tetapi mengambilnya dari kodifikasi hukum Inggris itu sendiri. Kaedah ini berlaku untuk setiap sistem dan undang-undang.

Begitu pula halnya dengan Islam sebagai ideologi yang memiliki aqidah dan peraturan. Apabila kita ingin mengetahui dan mengambilnya, maka sama sekali tidak dibenarkan menjadikan sejarah sebagai sumber rujukan, tidak dari segi pengetahuan tentang peraturannya dan tidak pula dari segi cara pengambilan hukum-hukumnya (istinbath).

Adapun dari segi sumber pengetahuan tentang peraturan, hal ini dapat diambil dari buku-buku fiqih Islam. Sedangkan sumber pengambilan hukum, dapat diketahui dari dalil-dalilnya yang terperinci (Al-Quran, Hadits dan lain-lain). Itulah sebabnya kita tidak dibenarkan menjadikan sejarah sebagai rujukan bagi peraturan Islam, baik dilihat dari segi pengetahuan tentang peraturan maupun dari segi pengambilan dalil-dalilnya. Berdasarkan keterangan inilah, kita tidak dibenarkan menjadikan sejarah Umar bin Khaththab, Umar bin Abdul Azis, Harun al-Rasyid, dan lain-lain sebagai sumber hukum, baik dilihat dari berbagai peristiwa sejarah yang menuturkan mereka maupun buku-buku yang dikarang tentang biografi mereka. Apabila pendapat Umar dalam suatu kejadian diikuti, tidak lain karena itu merupakan hukum syara yang di-istinbath-kan dan diterapkan oleh Umar, sama halnya mengikuti hukum yang telah di-istinbath-kan oleh Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ja’far dan sebagainya; bukan diikuti karena pertimbangan peristiwa sejarah. Jadi sejarah tidak mendapatkan porsi dalam pengambilan peraturan, ataupun untuk mengetahuinya.

Untuk mengetahui apakah peraturan itu pernah diterapkan atau tidak, hal ini juga tidak dapat diambil dari sejarah melainkan dari fiqih. Sebab, setiap periode memiliki problematikanya sendiri yang dipecahkan dengan suatu peraturan. Untuk mengetahui peraturan apa yang digunakan untuk memecahkan problematika tersebut, kita juga tidak dapat merujuk kepada peristiwa sejarah; karena sejarah hanya memberitahukan kita tentang berita/informasi yang menyangkut kejadian di masa lampau. Tetapi kita harus kembali pada peraturan yang pernah diterapkan yang tidak lain adalah fiqih Islam.

Dan setelah kita kembali kepada fiqih Islam, kita tidak akan menjumpai di dalamnya satu peraturan pun yang diambil oleh kaum muslimin berasal dari bangsa-bangsa lain dan tidak ada satupun peraturan yang ditetapkan oleh kaum muslimin berdasarkan pendapatnya semata. Yang kita jumpai adalah bahwasanya peraturan tersebut seluruhnya hanya terdiri dari hukum-hukum syara’ yang di-istinbath dari dalil-dalil syara’. Dan bahwasanya kaum muslimin selalu bersikap tegas dalam memurnikan fiqih dari pendapat/hasil istinbath yang lemah. Sampai-sampai mereka melarang mengikuti pendapat yang lemah, sekalipun berasal dari seorang mujtahid mutlak.

Oleh karena itu, tidak ada satu nash tasyri’ pun yang mengandung hukum selain dari fiqih Islam di seluruh dunia Islam. Dan yang ada hanya fiqih Islam saja. Fakta ini, yaitu hanya ada satu-satunya teks fiqih bagi satu umat tanpa adanya teks yang lain, adalah bukti yang menunjukkan bahwa umat tidak pernah menggunakan teks apapun dalam pembuatan hukum tasyri’ selain dari nash-nash fiqih Islam.

Perihal sejarah, kalaupun kita ingin menoleh kepadanya, tidak lain hanya sekedar untuk mengetahui bagaimana cara penerapan peraturan. Bisa saja sejarah mencatat berbagai peristiwa politik, sehingga dapat diketahui tata cara penerapan peraturan. Meskipun hal ini boleh diambil tetapi hanya dari karangan sejarawan kaum muslimin dan setelah diteliti dengan cermat.

Sejarah itu sendiri mempunyai tiga sumber; pertama catatan-catatan sejarah, kedua peninggalan-peninggalan sejarah, dan ketiga riwayat. Catatan-catatan sejarah tidak boleh dijadikan sumber secara mutlak. Sebab catatan-catatan itu selalu dipengaruhi oleh situasi politik di setiap zaman dan senantiasa tercampur dengan kepalsuan, baik ia mendukung orang-orang tertentu di masa penulisannya, ataupun yang menentang orang-orang tersebut yang ditulis pada masa sesudahnya. Bukti paling dekat yang menunjukkan hal ini ialah sejarah tentang keluarga Muhammad Ali Pasya (seorang Wali di Mesir pada masa Utsmaniyah). Sebelum tahun 1952 M keluarga itu memiliki gambaran yang positif. Akan tetapi setelah tahun 1952 M, ternyata sejarah ini berubah sama sekali, menjadi gambaran hitam yang bertolak belakang dengan masa sebelumnya. Begitu pula halnya dengan sejarah kejadian politik di zaman kita ini ataupun periode sebelumnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh menjadikan catatan-catatan sejarah sebagai sumber bagi sejarah, sekalipun hal itu merupakan catatan harian yang ditulis oleh orang yang bersangkutan.

Akan halnya peninggalan-peninggalan sejarah, sesungguhnya apabila dipelajari dengan obyektif akan dapat menunjukkan suatu fakta sejarah. Sekalipun peninggalan-peninggalan sejarah itu tidak mampu membentuk rantai sejarah, akan tetapi dapat menunjukkan kepastian sebagian peristiwa. Dan apabila kita meneliti peninggalan-peninggalan di setiap negeri kaum muslimin, baik berupa bangunan, peralatan-peralatan, atau apa saja yang dapat dianggap sebagai peninggalan sejarah, akan menunjukkan bukti yang pasti bahwa tidak pernah ada di seluruh dunia Islam, kecuali hanya Islam, serta peraturan dan hukum-hukum Islam semata. Dan begitu pula seluruh aspek kehidupan dan perikehidupan kaum muslimin serta segala tingkah lakunya, semuanya serba Islam, bukan yang lain.

Mengenai sumber yang ketiga, yaitu riwayat, adalah termasuk sumber-sumber yang layak dipercaya dan dapat dijadikan sebagai pegangan, apabila riwayatnya benar. Persis dengan cara yang ditempuh dalam periwayatan sebuah hadits. Dengan cara inilah hendaknya sejarah ditulis. Maka kita menjumpai kaum muslimin, ketika mereka mulai mengarang buku sejarah, menggunakan metode riwayat. Seperti yang kita lihat dalam beberapa buku-buku tarikh lama, misalnya tarikh Thabari, sirah Ibnu Hisyam, dan sebagainya, yang dikarang dengan metode ini. Atas dasar inilah, maka kaum muslimin tidak boleh mengajarkan sejarah Islam kepada putra-putranya melalui catatan-catatan sejarah yang dikarang dengan merujuk kepada catatan lainnya. Sama halnya tidak boleh merujuk pada buku/catatan sejarah tersebut untuk memahami penerapan peraturan Islam. Dari sini jelaslah bahwa hanya Islamlah satu-satunya yang diterapkan atas seluruh umat Islam di setiap masa.

Sayangnya sejak berakhirnya perang dunia pertama dengan kemenangan di pihak Sekutu, Lord Allenby, panglima perang Sekutu mengumumkan pernyataannya tatkala menaklukkan Baitul Maqdis: “Sekarang berakhirlah perang Salib”. Sejak saat itu para penjajah kafir mulai menetapkan berbagai peraturan kapitalis di tengah-tengah kehidupan kita (kaum Muslimin) di dalam seluruh aspek kehidupan agar menjadikan kemenangannya itu bersifat abadi. Maka suatu keharusan bagi kita untuk mengubah peraturan yang busuk dan merusak saat ini, yang dengan peraturan ini kolonialisme terus berlanjut di negeri-negeri kita (dunia Islam). Kita harus membongkar dari akarnya secara menyeluruh, bahkan sampai yang sekecil-kecilnya sehingga kita dapat mengembalikan Islam sebagai tatanan seluruh aspek kehidupan.

Sungguh suatu kedangkalan berpikir apabila kita ingin mengganti sistem peraturan kita (Islam) dengan peraturan lain. Adalah pemikiran bodoh apabila umat ini hanya menerapkan peraturan saja tanpa memperhatikan aqidah akan dapat menyelamatkannya. Tetapi yang seharusnya adalah bahwa umat ini pertama-pertama harus memeluk aqidah dahulu, baru kemudian menerapkan peraturan yang terpancar dari aqidah ini. Pada saat itulah umat dapat diselamatkan setelah ia menerima aqidah dan menerapkan peraturan (Islam). Inilah jalan yang harus ditempuh oleh umat yang terikat kepada suatu mabda tertentu. Umat yang menjadikan mabda tersebut sebagai landasan bagi negaranya. Adapun umat dan bangsa-bangsa lain bisa saja tidak perlu menganut satu mabda agar dapat diterapkan atas mereka. Sebab, umat yang telah menganut aqidah dan mengembannya dapat saja menerapkannya pada setiap bangsa dan umat manusia manapun; sekalipun tidak menganut mabda tersebut. Karena, hal ini akan membawa kebangkitan juga bagi bangsa tersebut, malah akan menarik perhatian untuk memeluk mabda itu. Sebab, memeluk mabda tidak perlu menjadi syarat bagi umat yang akan dikenai/diterapkan kepadanya mabda tersebut, melainkan menjadi syarat mutlak bagi pihak yang akan menerapkannya.

Adalah sangat berbahaya apabila kita mengambil nasionalisme, dan peraturan sosialis, sebab sosialisme tidak dapat diambil secara terpisah dari ide dasarnya yaitu materialisme, karena tidak akan menghasilkan sesuatu dan tidak pula mempunyai pengaruh (terhadap masyarakat). Juga tidak bisa diambil secara bersamaan dengan ide-dasarnya, yaitu materialisme, karena ide tersebut merupakan pemikiran yang negatif yang berlawanan dengan fitrah manusia, bahkan, memaksa umat Islam untuk meninggalkan aqidahnya.

Kita juga tidak boleh mengambil sosialisme dari satu segi, sementara segi lainnya mempertahankan aspek kerohanian Islam. Sebab dengan cara ini, berarti tidak menjadikan kita mengambil Islam juga tidak sosialisme karena keduanya saling bertentangan, juga karena adanya banyak kekurangan dalam sosialisme. Kita tidak diperkenankan mengambil peraturan Islam, sementara meninggalkan aqidah yang memancarkan peraturannya. Sebab, dengan cara ini kita akan mengambil peraturan bagaikan tubuh yang tidak memiliki ruh di dalamnya. Kita harus mengambil Islam secara sempurna, baik aqidah maupun peraturannya; serta hendaknya kita mengemban qiyadah fikriyah Islam pada saat kita mengemban dakwah Islam.

Sesungguhnya jalan kebangkitan kita hanya satu, yaitu melanjutkan kembali kehidupan Islam. Tidak ada jalan lain untuk melanjutkan kehidupan Islam itu kecuali hanya dengan tegaknya Daulah Islamiyah. Dan itupun tidak ada jalan lain kecuali apabila kita mengambil Islam secara sempurna: yaitu mengambil Islam sebagai aqidah yang mampu memecahkan masalah utama (al-uqdatul kubra) manusia, yang diatasnya dibangun pandangan hidup; juga mengambilnya sebagai peraturan yang terpancar dari aqidah Islam tersebut. Asas dari peraturan ini adalah Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya, sedangkan kekayaan khazanahnya adalah kebudayaan Islam yang mencakup fiqih, hadits, tafsir, bahasa dan lain sebagainya. Tidak ada jalan menuju ke arah itu melainkan dengan mengemban qiyadah fikriyah Islam secara sempurna dengan cara menjalankan aktivitas dakwah Islam, serta dengan cara mewujudkan Islam secara sempurna di setiap negeri, sehingga apabila qiyadah fikriyah Islam telah disampaikan kepada seluruh umat sampai tegaknya Daulah Islamiyah, barulah kita dapat mengembangkan qiyadah fikriyah ke seluruh penjuru dunia.

Inilah satu-satunya jalan untuk menghasilkan kebangkitan: Mengemban qiyadah berpikir Islam kepada kaum muslimin untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam, kemudian mengembannya ke seluruh umat manusia melalui Daulah Islamiyah.



[i] Maksudnya ikatan yang didasarkan pada suatu agama yang bersifat ritual belakaa dan tak mampu melahirkan peraturan.

[ii] (HR Bukhari, hadits nomor 2493 dan 2686)

[iii] Pada tahun 1973 terjadi kudeta di Afghanistan yang merubah sistem peradilan Islam menjadi pengadilan sipil biasa, pent.

midason creative product. Diberdayakan oleh Blogger.

Midason Website Translator

Sebarkan Kebaikan

Bila ada manfaat dalam tulisan di blog ini, silahkan share ke teman. Klik link di bawah (Share It). Thanks

IKRAR PERJUANGAN

Siapa yang banyak tertawa, wibawanya merosot. Siapa yang banyak bercanda, niscaya diremehkan. Siapa yang banyak bicara, banyak dustanya. Siapa yang banyak dustanya, Siapa yang sedikit malunya, tipis wara'nya. Siapa yang tipis wara'nya, mati hatinya. Mulailah sekarang juga untuk melangkah..... menuju tujuan Anda.... meskipun selangkah demi selangkah, tetapi akan membawa Anda ke tujuan... namun pastikan arah yang Anda tempuh benar... Pastikan Setiap Detik Hidup Anda Bertambah Ma'rifah. Baik Mengenal Allah (Ma'rifatullah), Rasulullah, Al-Islam, Al-Qur'an, Insan, Bisnis, Politik, Da'wah dan Jihad. Itulah Cara yang Sesungguhnya.

Jalan Menuju Surga

Jalan Menuju Surga
Ikutilah...!

About Me..!

Foto saya
Smart Muslim and Profesional !!!

midason program

midason program
Mari mendesain n berkreasi Secanggih mungkin untuk ketinggian Islam!!!

CONTACT PERSON

  • 085645848885

Followers

Database

DATA PENGUNJUNG